Selasa, 19 April 2016

Bone dari Kalula hingga Bupati



Kerajaan Bone dahulu terbentuk pada awal abad ke-14 atau pada tahun 1330, namun sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan pimpinannya digelar KALULA
Dengan datangnya TO MANURUNG ( Manurungge Ri Matajang ) diberi gelar MATA SILOMPO-E. maka terjadilah penggabungan kelompok-kelompok tersebut termasuk Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka. Pada saat pengangkatan TO MANURUNG MATA SILOMPO- E menjadi Raja Bone, terjadilah kontrak pemerintahan berupa sumpah setia antara rakyat Bone dalam hal ini diwakili oleh penguasa Cina dengan 10 MANURUNG , sebagai tanda serta lambang kesetiaan kepada Rajanya sekaligus merupakan pencerminan corak pemerintahan Kerajaan Bone diawal berdirinya. Disamping
penyerahan diri kepada Sang Raja juga terpatri pengharapan rakyat agar supaya menjadi kewajiban Raja untuk menciptakan keamanan, kemakmuran, serta terjaminnya penegakan hukum  dan keadilan bagi rakyat. Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat  Bone berbunyi sebagai berikut ;

ANGIKKO
KURAUKKAJU
RIYAAOMMIRI RIYAKKENG
KUTAPPALIRENG ELOMU ELO RIKKENG

ADAMMUKKUWA MATTAMPAKO
KILAO.. MALIKO KISAWE.

MILLAUKO KI ABBERE.
MUDONGIRIKENG TEMMATIPPANG. MUAMPPIRIKKENG
TEMMAKARE. MUSALIMURIKENG TEMMADINGING “

Terjemahan :

ENGKAU ANGIN
KAMI DAUN KAYU,
KEMANA BERHEMBUS KESITU
KAMI MENURUT KEMAUAN
KATA-KATAMU YANG JADI DAN BERLAKU ATAS KAMI, APABILA ENGKAU
MENGUNDANG KAMI MENYAMBUT

DAN APABILA ENGKAU MEMINTA KAMI MEMBERI,
WALAUPUN ANAK ISTRI KAMI
JIKA TUANKU TIDAK SENANGI
KAMIPUN TIDAK MENYENANGINYA,
TETAPI ENGKAU MENJAGA KAMI AGAR TENTRAM,
ENGKAU BERLAKU ADIL MELINDUNGI AGAR KAMI MAKMUR DAN SEJAHTERA
ENGKAU SELIMUTI KAMI AGAR TIDAK KEDINGINAN "

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat berdasarkan Lima unsur pokok masing-masing : Ade, Bicara, Rapang, Wari dan Sara yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam pikiran masyarakat yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi masing-masing. Kesemuanya itu terkandung dalam satu konsep yang disebut “ SIRI “merupakan integral/kesatuan dari ke Lima unsur pokok tersebut diatas yakni pangadereng ( Norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya ;

1. SIPAKATAU
artinya : Saling memanusiakan , menghormati / menghargai harkat dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan ALLAH tanpa membeda – bedakan, siapa saja orangnya harus patuh dan taat terhadap norma adat/hukum yang berlaku
2. SIPAKALEBBI
artinya : Saling memuliakan posisi dan fungsi masing-masing dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam masyarakat
3. SIPAKAINGE
artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat, pendapat orang lain, menerima saran dan kritikan positif dan siapapun atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan.

Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka sistem pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa Anang ) dalam satu majelis dimana  ManurungE sebagai Ketuanya. Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut KAWERANG, artinya Ikatan Persekutuan Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak ManurungE sebagai Raja Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu LAPPATAWE MATINROE RI BETTUNG pada akhir  abad ke XVI

MASUKNYA AGAMA ISLAM TAHUN 1605

Pada tahun 1605 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone ke-10 LATENRI TUPPU MATINROE RI SIDENRENG. Pada masa itu pula sebutan Matoa Pitu diubah menjadi Ade' Pitu ( Hadat Tujuh ), sekaligus sebutan MaTOA MENGALAMI PULA PERUBAHAN MENJADI ARUNG misalnya MatOa Ujung disebut Arung Ujung dan seterusnya.

KALULA,KERAJAAN, DAN KABUPATEN

sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan pimpinannya digelar KALULA. Selanjutnya menjadi kerajaan menjadi kabupaten seperti sekarang ini yang dipimpin oleh seorang Bupati.

Demikian perjalanan panjang Kerajaan Bone, maka pada bulan Mei 1950 untuk pertama kalinya selama Kerajaan Bone terbentuk dan berdiri diawal abad ke-14 atau tahun 1330 hingga memasuki masa kemerdekaan terjadi suatu demonstrasi rakyat di kota Watampone tepatnya di lapangan Merdeka sekarang ini yaitu menuntut bergabung dengan NKRI serta dihapuskannya pemerintahan Kerajaan dan menyatakan berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia. Dengan dasar inilah sehingga  Kabupaten Bone dibentuk menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 Tanggal 04 Juli Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi, termasuk kabupaten Bone.


Beberapa hari kemudian para anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan berhenti. Disusul pula beberapa tahun kemudian terjadi perubahan nama distrik/onder distrik menjadi KECAMATAN sebagaimana berlaku saat ini. Pada tanggal 6 April 1330 melalui rumusan hasil seminar yang diadakan pada tahun 1989-1990 di Watampone dengan diperkuat Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Bone No.1 Tahun 1990 Seri C, maka ditetapkanlah tanggal 6 April 1330 sebagai HARI JADI
BONE dan diperingati setiap tahun .

KETIKA BONE BERKABUNG

Hari ini enam April 2013
Ketika hijau berubah menjadi baliho
Katanya kemeriahan itu ada
Tapi kucari dan kucari
Yang kudapat hanyalah

Katanya ada Harlah Bone
Kucari kian kemari
Hari ini Retorika belaka
Kemarin busung dada
Besok semoga cahaya ada

Senin, 18 April 2016

Menelusuri Kronologis Perjanjian " Tellumpoccoe "


 Tiga Batu Yang Ditancapkan Oleh Masing-masing perwakilan Raja BOSOWA

BOSOWA merupakan akronim tiga nama daerah Bugis yakni BONE, SOPPENG dan WAJO yang telah berabad-abad menjalin persaudaraan pada masa kerajaan. Sebenarnya kalau merujuk dari perjanjian tellumpoccoe yang benar adalah BOWASO (Bone, Wajo, Soppeng)

Dalam catatan lontara' Bugis dijelaskan bahwa pada masa Bone dibawah pemerintahan Raja Bone ke-7 La Tenrirawe Bongkangnge (1544-1574) beberapa kali mengalami bencana perang yang didalangi oleh pihak Gowa dan Luwu. Walaupun Bone selama itu selalu unggul , namun dapat dimaklumi bahwa Bone menderita kerugian harta benda dan sumber daya manusia (SDM) serta kehidupan  sosial budaya.

Untuk memperkuat kedudukan Bone sebagai suatu kerajaan yang tangguh, La Tenri Rawe menjalin hubungan kerja sama dengan Arung Matowa Wajo yang bernama To Uddamang. Begitu juga dengan Datu Soppeng yang bernama Lamappaleppe PollipuE Datu Soppeng. Maka diadakanlah pertemuan di Cenrana untuk memperkuat hubungan antara Bone, Soppeng dan Wajo.

Adapun kesepakatan yang diambil di Cenrana adalah ketiganya akan mengadakan pertemuan lanjutan di Timurung Bone Utara tahun 1572 M. Setelah sampai pada waktu yang telah ditentukan, maka berkumpullah orang Bone, orang Soppeng, dan orang Wajo di suatu tempat yang bernama Bunne Timurung sekarang bernama desa Allamungeng Patue kecamatan Ajangale. Upacara pembentukan zona Triple Alliance tersebut dihadiri oleh delegasi-delegasi dari tiga Kerajaan antara lain :

1.Bone, yaitu : “La Tenrirawe Bongkangnge, Lamellong yang digelar Kajao Laliddong dan pembesar-pembesar   kerajaan Bone lainnya”.
2.Soppeng, yaitu : “La Mappaleppe Pong Lipue, Datu Soppeng, Arung Bila, Arung Pangepae, dan Arung   Paddanrengnge dan pembesar-pembesar kerajaan Soppeng lainnya”.
3.Wajo, yaitu: La Mungkace Touddamang Arung Matowa, Pillae, Cakkuridie, Pattolae, dan pembesar-pembesar   kerajaan Wajo lainnya.

Perjanjian Tellumpoccoe Dalam Bahasa Bugis (Lontara')
Ketiganya mengucapkan ikrar yang berbunyi :

1.Malilu sipakainge’, Rebba sipatokkong, Siappidapireng riperi nyameng.
2.Tessibaiccukeng, Tessiccinnaiyyang ulaweng matasa, Pattola malampe, Waramparang maega pada mellebbang   ri saliweng temmallebbang ri laleng.
3.Teppettu-pettu siranreng sama-samapi mappettu, Tennawa –nawa tomate jancitta, Tennalariang anging ri    saliweng bitara, Natajeng tencajie, Iya teya ripakainge’ iya riduai, Mau maruttung langie, Mawoto       paratiwie, Temmalukka akkulu adangetta, Natettongi dewata seuwae.
4.Sirekkokeng tedong mawatang, Sirettoang panni, Sipolowang poppa, Silasekeng tedong siteppekeng tanru    tedong.
5.Tessiottong waramparang, Tessipalattu ana' parakeana.

Perjanjian Tellumpoccoe Dalam Bahasa Indonesia
Terjemahan Bebas

1.Memperingati bagi mereka yang tidak mentaati kesepakatan, saling mengakkan jika ada yang tersungkur     dan saling membantu dalam suka duka.
2.Tidak akan saling mengecilkan peran, tidak akan saling menginginkan perebutan takhta dan penggantian    putera mahkota dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri.
3.Tidak akan putus satu-satu melainkan semua harus putus, perjanjian ini tidak akan batal kerena kita     mati dan tidak akan lenyap karena dihanyutkan angin keluar langit, mustahil terjadi. Siapa yang tidak   mau diperingati dialah yang harus diserang kita berdua. Walaupun langit runtuh dan bumi terbang.     Perjanjian ini tidak akan batal dan disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Dewata Seuwae).
4.Saling menundukkan kerbau yang kuat, saling mematahkan paha, saling mengebirikan kerbau. Artinya     mereka akan saling memberikan bantuan militer untuk menundukkan musuh yang kuat.
5.Tidak akan saling berebutan harta benda dan berlaku bagi generasi penerus.

Demikian catatan yang menjelaskan TellumpoccoE (Bone – Soppeng – Wajo) yang terkandung dalam perjanjian yang diadakan oleh La Tenri Rawe BongkangE (Bone), La Mappaleppe (Soppeng) dan To Uddamang (Wajo).

Pertemuan tiga kerajaan yang lebih dikenal dengan nama Pertemuan TellumpoccoE tersebut diadakan di Timurung di suatu kampung kecil yang bernama Bunne. Dalam pertemuan tersebut sebelum mereka mallamung patu (menenggelamkan batu) sebagai tanda sahnya perjanjian maka terjadi sebuah percakapan antara La Tenrirawe Bongkangnge Arumpone,  La Mungkace Arung Matowa Wajo dan La Mappaleppe Datu Soppeng.

Adapun bunyi percakapannya sebagai berikut :

Arung Matowa Wajo bertanya kepada Arumpone :
 ”Bagaimana mungkin Arumpone, untuk kita hubungkan tanah kita bertiga, sementara Wajo adalah kekuasaan Gowa. Kemudian kita tahu bahwa antara Bone dengan Gowa juga memiliki hubungan yang kuat ?”.
Arumpone menjawab :
 ”Itu pertanyaan yang bagus Arung Matowa. Tetapi yang menjalin hubungan disini adalah Bone, Soppeng, dan Wajo. Selanjutnya Bone menjalin hubungan dengan Gowa. Kalau Gowa masih mau menguasai Wajo, maka kita bertiga melawannya”.

Pernyataan Arumpone tersebut diiyakan oleh Arung Matowa Wajo. Berkata pula La Mappaleppe PollipuE Datu Soppeng :
 ”Bagus sekali pendapatmu Arumpone, tanah kita bertiga bersaudara. Tetapi saya minta agar tanah Soppeng adalah pusaka tanah Bone dan Wajo. Sebab yang namanya bersaudara, berarti sejajar”.
Arumpone menjawab :
 ”Bagaimana pendapatmu Arung Matowa, sebab menurutku apa yang dikatakan oleh Lamappaleppe PollipuE Datu Soppeng adalah benar ?”.
 Arung Matowa Wajo menjawab:
 ”Saya kira tanah kita bertiga akan rusak apabila ada yang namanya – sipoana’ (ada yang menganggap dirinya tua dan ada yang muda).”
 Berkata lagi Arumpone:
 ”Saya setuju dengan itu, tetapi tidak apalah saya berikan kepada Soppeng Gowa-gowa dan sekitarnya untuk penambah daki, agar tanah kita bertiga tetap bersaudara”.
 Berkata pula Arung Matowa Wajo:
 ”Bagus pendapatmu Arumpone, saya juga akan memberikan Soppeng penambah daki yaitu Baringeng, Lompulle dan sekitarnya”. Maka mulai pada saat itu wilayah gowa-gowa (kec. Lilirilau), Baringeng, dan Lompulle telah menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Soppeng.
 Datu Soppeng dan Tau TongengngE berkata:
 ”Terima kasih atas maksud baikmu itu, karena tanah kita bertiga telah bersaudara, tidak saling menjerumuskan kepada hal yang tidak dikehendaki, kita bekerja sama dalam hal yang kita sama kehendaki”.
Berkata Arumpone dan Arung Matowa Wajo:
 ”Kita bertiga telah sepakat, maka baiklah kita bertiga meneggelamkan batu, disaksikan oleh Dewata SeuwaE, siapa yang mengingkari perjanjiannya dialah yang ditindis oleh batu itu”.
 Berkatalah Arung MatowaE ri Wajo kepada Kajao Laliddong sebagai orang pintarnya Bone :
 ”Janganlah dulu menanam itu batu, Kajao! Sebab saya masih ada yang akan kukatakan bahwa persaudaraan TellumpoccoE tidak akan saling menjatuhkan, tidak saling berupaya kepada hal-hal yang buruk, janganlah kita mengingkari perjanjian, siapa yang tidak mau diingatkan, dialah yang kita serang bersama (diduai), dia yang kita tundukkan”.

Pernyataan Arung MatowaE tersebut disetujui oleh Arumpone dan Datu Soppeng. Setelah itu barulah ketiganya mellamumpatu (menenggelamkan batu)  sebagai tanda sahnya perjanjian yang disaksikan oleh Dewata Seuwae.

Situs perjanjian yang menyerupai anglo tersebut adalah batu besar (Bone) yang menandakan Bone sebagai saudara tua, kemudian yang agak kecil (Wajo) sebagai saudara tengah dan yang paling kecil (Soppeng) sebagai saudara bungsu.
             Dan sejak itulah istilah “Mallamungeng Patue ri Timurung” dikenal dengan persekutuan tiga kerajaan besar Tellumpoccoe atau yang lebih dikenal sekarang dengan nama “BOSOWA”.
             Memberikan pengetahuan kepada generasi muda tentang betapa besarnya nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan oleh pendahulu kita. Sejarah memang masa lalu tetapi dengan Sejarah kita akan tahu JATI DIRI kita  yang sebenarnya. Melupakan sejarah leluhur sama halnya mengubur jatidiri. Tegakah?
sumber : telukbone.id