KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi
umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewargaan dengan Judul “KORUPSI MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
EKONOMI INDONESIA”, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis
maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan.
Tidak
lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Semoga bantuan dan bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
................,.........................
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang............................................................................ 1
B Permasalahan ............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
- Makna Tindak Pidana Korupsi................................................... 2
- Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi........................................ 3
- Korupsi dan Desentralisasi......................................................... 5
- Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi............... 7
BAB III KESIMPULAN.......................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan
Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan senabagai Undang-Undang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Tebah pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa
praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak pemerintah dalam menangani
kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para
pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan senjata ampuh dalam
pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM
dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Lemahnya
hukum di Indonesia dijadikan senjata ampuh para koruptor untuk
menghindar dari tuntutan. Kasus korupsi mantan Presiden Suharto, contoh
kasus korupsi yang yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian.
Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana
BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu mentimulus program
pembangunan ekonomi di Indonesia.
B. Permasalahan
1. Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
2. Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
3. Bagaimana Mutiplier effec bagu efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy
Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity
System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang
harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik
korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, dictator
yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak
berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada korupsi
bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social politiknya teleransi
bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi
juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut
Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi
merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar
utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang.
Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas an keterlibatan modal
besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi selalu menyebabkan
situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak
asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta
sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam
menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of investment (ROI)
yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek
korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan
bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1
menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan
korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat Ekonomi
Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa,
salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN
ini barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait
koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak
“penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut
praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan
kata korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan
nepotisme.
B. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi
merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai
pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang
korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun
elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model
korupsi.
Dimensi
politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment
policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara
berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau
positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya
praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta
yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi
menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui
korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang.
Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit Man” John Pakin
mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat melalui
lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya
dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis
Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru,
Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di
Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut.
Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui
rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap
meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk
membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan
terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir
dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi
tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi
daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah,
korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan.
Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat
terus naik karena korupsi.
Dalam
kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan
diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai
sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan
kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi
etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang.
Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas
public. Biro prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk
mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public,
bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak
di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan,
kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada
keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial,
pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah
menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah,
bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota
DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi
rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon
1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi
rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan
politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak kembangkannya
keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang
adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita
menghimbau para filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras
dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data
empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj,
lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan
berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan
langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa
sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika
pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis
sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak
ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu
mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak
bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi
dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral
para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti
Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk
mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar
adi daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk
pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun
Kelompoknya.
C. Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi
atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok Setelah
reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat
ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia,
sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik
bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya
sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota
legislative daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah
mengakar dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah
daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun
juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia,
karena munculnya penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan
daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah)
yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar,
karena praktek itulah, inpestor menahan diri untuk masuk daerahnya dan
memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan akibat itu
semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan menyempip dan
pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro memacu
PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah.
Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor
social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga
kerjaan hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah
(KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini
pemerintah daerah sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal
ini berarti birokrasi menjadi penghambat utama bagi infestasi yang
menyebabkan munculnya Haighcost economy yang beratri praktek korupsi
yang melalui pungutan-pungutan liar yang berarati liar dan dana pelican
marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah
terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja dan
pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah.
Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi
social politik dominant menjadi hambatan bagi tumbuhnya di daerah.
Pada
2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada
secara langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di daerah yang
membuat enggan para inspector untuk menanam modalnya di daerah. Dalam
situasi politik ini, inspector local memilih modalnya kepada ekspestasi
politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon Kepala daerah
tertentu dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh proyek
pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan
menstimulus pembangunan ekonomi. Justru hanya
akan meperbesar pengeluaran pemerintah (Goverenment expenditure) karena
para inspector hanya mengerjakan prokyek-proyek pemerintah tanpa
menciptakan aut put baru di luar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur
Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi pengeluaran pemerintah
karena untuk meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau pemerintah harus
mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai Perda
(peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik
tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang
menjadi yang menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang
melahirkan ekonomi tersebut akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya
titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan
memperpendek jalur serta jangka Waktu pengurusan Dokumen usaha serta
membersihkan birokrasi dari prektek korupsi. Peneingkatan PAD
(pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah pengurangan jumlah
penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.
D. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi
Selain
menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt pengembangan
system pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang
menguntungkan diri sendiri atau Kelompok, yang mengesampingkan
kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan
rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas hidup yang
lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di
Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan
melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern
mengedepankan system tanggung gugat dalam tatanan seperti ini harus
muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang juga harus
mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari
korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan merupakan bagian
dari tata pemerintahan, yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa.
Namun memiliki ruang kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan
dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin
seluruh pihak untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun,
konsep ini sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada
dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk
membangun pilar-pilar. Bangunan integritas nasional yang melakukan
tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi
sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.
Kedua,
hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap
korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will).
Kemauan politik yang dimaksud bukan sekedar kemauan para politis dan
orang-orang yang berkecimbung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih
penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang
termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan
sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau
sastra social. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara
mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk mengelola
dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam
tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat Negara
tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan social
politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat
Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang
cerdas secara social politik akan memilih pimpinan (politis) dan pejabat
Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari
korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih
baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara social politik pula
pilar-pilar peradilan dan media massa dapat di awasi sehingga membentuk
integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas
Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik
masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan
efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk menciptakan
ruang pembangunan ekonomi yang potensial.
BAB III
KESIMPULAN
Merangfkai
kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata
dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan
keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang
menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna di
Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah yang tidak pernah tepat
Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”.
Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan
retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan
masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah
makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.
DAFTAR PUSTAKA
Harian Kompas, 13 Juni 2006,
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia” MPKP, FE,UI.
Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of National Integrity System”. Transparency International, 2000.
Robet A Simanjuntak, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problem, Prospek, dan Kebijakan”. LPEM UI, 2003.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.