Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Oktober 2012

Diam-Diam Ketua KPK Telefon Kapolri

Kapolri Jenderal Timur Pradopo (Foto: Heru)
Kapolri Jenderal Timur Pradopo (Foto: Heru)
JAKARTA- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, diam-diam berkomunikasi melalui telepon dengan Kapolri, Jenderal Timur Pradopo. Keduanya membahas tindaklanjut 'sengketa' kasus Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM).

Abraham mengklaim dari komunikasi itu tercapai kesepahaman ihwal penanganan kasus senilai Rp196 miliar itu dengan Timur Pradopo.

"Alhamdulillah sudah ada kesepahaman hati nurani. Kesepahaman hati nurani itu diterjemahkan dengan kata-kata," kata Abraham Samad di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (2/10/2012).

Namun, Abraham enggan memperinci lebih detail soal kesepahaman yang dimaksud. Dia hanya menegaskan pengusutan Simulator SIM di KPK tetap jalan terus. "Pengusutan Simulator SIM tetap jalan terus sebagaimana mestinya," terang Abraham.

Abraham mengaku sebagai pihak yang lebih dulu mengambil inisiatif menghubungi Kapolri. Menurutnya, komunikasi itu dilakukan pekan kemarin. "Saya punya inisiatif dan memang dari dulu saya cukup dekat dengan Pak Timur. Jadi kalau soal telepon-menelepon itu biasa," ungkapnya.
(trk)

Jumat, 21 September 2012

Dubes AS Akan Datangi PKS Bahas Film 'Innocence of Muslims'


JAKARTA, KOMPAS.com — Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Scot Marciel akan mendatangi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (21/9/2042). Kedatangan Scot untuk membahas kontroversi film Innocence of Muslims.
Hal itu disampaikan oleh Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 13 Pilkada DKI Jakarta, di Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (20/9/2012).
"Besok siang, jam setengah 10, Duta Besar Amerika Serikat akan datang ke Fraksi PKS di DPR untuk kita mendialogkan tentang masalah film Innocence of Muslims itu yang menghadirkan beragam kegaduhan di tingkat internasional," kata Hidayat yang baru saja diangkat sebagai Ketua Fraksi PKS DPR itu.
Menurutnya, film produksi AS yang beredar di YouTube itu justru merugikan AS. Tak hanya di Indonesia, film ini menuai protes di berbagai negara, seperti Mesir dan Libya. Di Libya, aksi anarkistis bahkan terjadi hingga menewaskan empat warga AS, termasuk Dubes AS untuk Libya, Christopher Stevens.
"Jadi, ini harus ada pemahaman di Amerika, justru mereka sangat dirugikan dengan hadirnya film yang dibuat di negeri mereka. Karenanya, harusnya AS justru berada di garis terdepan untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan dibiarkan kemudian jadi masalah merugikan kepentingan Amerika," ujar mantan calon Gubernur DKI Jakarta 2012 ini.
Editor :
Aloysius Gonsaga Angi Ebo

Innocence of Muslims, Film Murahan!


Damien Dematra

JAKARTA, KOMPAS.com 
- Pelaku seni Damien Dematra menilai film Innocence of Muslims yang menghebohkan sebagian umat Islam hanyalah upaya provokasi. Damien pun mengkritik film yang menjadi sarana memecah belah kerukunan antarumat beragama tersebut.
"Teknik filmnya terbatas sekali dan editing-nyajumping. Jelas kalau itu film dibuat dengan biaya minim atau kasarnya film murahan," kata Damien dalam acara 1000 Hari Gus Dur dan Hari Perdamaian Sedunia di Jakarta, Jumat (21/9/2012).
Lebih lanjut, Damien menjelaskan, rumor bahwa film tersebut didanai oleh Yahudi tak terbukti. Produser film itu, Nakoula Basseley Nakoula, kerap menggunakan nama alias "Sam Bacile", seorang kelahiran Mesir.
Dia meminta agar umat Islam untuk tidak terprovokasi dengan melakukan tindak kekerasan. Pasalnya, hal ini dapat memicu hadirnya pelecehan terhadap Nabi dalam bentuk yang baru.
"Umat Islam jangan sampai terpancing. Sebab, jika sampai terpancing, mereka (penghina Nabi) akan semakin di atas angin dan mengulangi hal serupa (pelecehan Nabi)," tambahnya.
Dia menghimbau, umat Islam harus tetap tenang, namun kritis dengan cara mengupayakan pelaku penistaan untuk diseret ke pengadilan.

Penulis : Aditya Revianur 
Editor :
Hindra

Rabu, 05 September 2012

KPK Telaah Laporan soal Jokowi

KOMPAS.COM/M WismabrataJoko Widodo saat santai di rumah dinasnya.

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelaah laporan terkait Wali Kota Solo Joko Widodo yang disampaikan Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3), Kamis (30/8/2012).

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, setiap laporan yang masuk ke KPK pasti melalui proses penelaahan. "Laporannya akan ditelaah," kata Johan melalui pesan singkat, Kamis.

Sebelumnya, sekelompok orang yang mengatasnamakan Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3) melaporkan Joko Widodo atau yang biasa disapa Jokowi ke KPK. Mereka mengatakan, Jokowi diduga ikut melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) 2010.

Dengan membawa setumpuk dokumen yang diklaim sebagai barang bukti, TS3 mendatangi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Mereka juga membentangkan spanduk yang bertuliskan "Koruptor Lebih Berbahaya daripada Narkoba" di Gedung KPK.

Anggota Divisi Advokasi dan Hukum TS3, M Kalono, mengungkapkan, Jokowi patut diduga melakukan tindak pidana korupsi karena membiarkan praktik korupsi yang diduga dilakukan anak buahnya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga berinisial R serta Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Kabupaten berinisial BS. Kedua anak buah Jokowi itu turut dilaporkan ke KPK.

Menurutnya, dugaan korupsi dana BPMKS dilakukan dengan modus duplikasi nama siswa penerima BPMKS. Duplikasi itu dilakukan sehingga jumlah siswa penerima BPMKS lebih banyak dari yang seharusnya. "Di dalam anggaran tersebut tertuang untuk 110.000 siswa, tapi ternyata yang terdaftar tersebut adalah data duplikasi. Setelah diverifikasi, jumlah siswa hanya 65.000," kata Kalono.

Akibatnya, dana APBD yang dianggarkan pun lebih banyak dari seharusnya. Pada 2010, dianggarkan Rp 23 miliar untuk dana BPMKS dengan menggunakan data 110.000 siswa. Jika menggunakan data 65.000 siswa, menurut Kalono, dana APBD yang dianggarkan untuk BPMKS 2010 itu hanya Rp 10,6 miliar.

"Sehingga anggaran yang tidak digunakan semestinya Rp 12,3 miliar, selisih Rp 23 miliar dengan Rp 10,6 miliar," tambahnya.

Namun, lanjut Kalono, Sisa Lebih Penggunaan Anggaran pada Belanja Hibah Satuan Pendidikan yang dilaporkan Pemkot Surakarta hanya Rp 2,4 miliar. "Berarti ada potensi kerugian negara sekitar minimal Rp 9,5 miliar, maksimal Rp 13 miliar. Itu baru tahun 2010 lho, 2011 juga sama nilainya, 2012 juga sama," tutur Kalono.

Pelaporan Jokowi oleh TS3 ini dilakukan menyusul pemberitaan yang menyebutkan KPK mendalami laporan dugaan korupsi Fauzi Bowo. Seperti diketahui, Fauzi Bowo dan Jokowi tengah bersaing dalam memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta 2012.

Saat ditanya apakah pelaporan Jokowi ke KPK ini bermuatan politis, Kalono membantahnya. "Tidak ada hubungannya dengan partai politik. Saya tidak kenal dengan Foke, saya mau kenal juga tidak mau," ucapnya.

Dia mengaku baru melaporkan Jokowi ke KPK karena memang baru memperoleh dokumen barang bukti lengkap. Sementara Jokowi hanya menanggapi dengan santai laporan TS3 ke KPK tersebut.

Menurutnya, laporan sejenis itu merupakan hal biasa menjelang pilkada.

Editor :
Eko Hendrawan Sofyan

Jokowi Dilaporkan ke KPK

KOMPAS.COM/M WismabrataWalikota Surakarta Joko Widodo.

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekelompok orang yang menamakan diri mereka Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3) melaporkan Wali Kota Solo Joko Widodo ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (30/8/2012). Mereka mengatakan, Joko Widodo atau yang biasa disapa Jokowi itu diduga ikut melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) 2010.
Jokowi patut diduga melakukan tindak pidana korupsi karena membiarkan praktik korupsi yang diduga dilakukan anak buahnya.
Dengan membawa setumpuk dokumen yang diklaim sebagai barang bukti, TS3 mendatangi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Mereka juga membentangkan spanduk yang bertuliskan "Koruptor Lebih Berbahaya daripada Narkoba" di Gedung KPK.
Anggota Divisi Advokasi dan Hukum TS3, M Kalono, mengungkapkan, Jokowi patut diduga melakukan tindak pidana korupsi karena membiarkan praktik korupsi yang diduga dilakukan anak buahnya, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga berinisial R serta Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Kabupaten berinisial BS. Kedua anak buah Jokowi itu turut dilaporkan ke KPK hari ini.
Menurutnya, dugaan korupsi dana BPMKS dilakukan dengan modus duplikasi nama siswa penerima BPMKS. Duplikasi itu dilakukan sehingga jumlah siswa penerima BPMKS lebih banyak dari yang seharusnya.
"Di dalam anggaran tersebut tertuang untuk 110.000 siswa, tapi ternyata yang terdaftar tersebut adalah data duplikasi. Setelah diverifikasi, jumlah siswa hanya 65.000," kata Kalono.
Akibatnya, dana APBD yang dianggarkan pun lebih banyak dari seharusnya. Pada 2010, dianggarkan Rp 23 miliar untuk dana BPMKS dengan menggunakan data 110.000 siswa. Jika menggunakan data 65.000 siswa, menurut Kalono, dana APBD yang dianggarkan untuk BPMKS 2010 itu hanya Rp 10,6 miliar.
"Sehingga anggaran yang tidak digunakan semestinya Rp 12,3 miliar, selisih Rp 23 miliar dengan Rp 10,6 miliar," tambahnya.
Namun, lanjut Kalono, Sisa Lebih Penggunaan Anggaran pada Belanja Hibah Satuan Pendidikan yang dilaporkan Pemkot Surakarta hanya Rp 2,4 miliar. "Berarti ada potensi kerugian negara sekitar minimal Rp 9,5 miliar, maksimal Rp 13 miliar. Itu baru tahun 2010 lho, 2011 juga sama nilainya, 2012 juga sama," tutur Kalono.
Pelaporan terhadap Jokowi oleh TS3 ini dilakukan menyusul pemberitaan yang menyebutkan KPK mendalami laporan dugaan korupsi Fauzi Bowo. Seperti diketahui, Fauzi Bowo dan Jokowi tengah bersaing dalam memperebutkan kursi gubernur DKI Jakarta 2012.
Saat ditanya apakah pelaporan Jokowi ke KPK ini bermuatan politis, Kalono membantahnya. "Tidak ada hubungannya dengan partai politik. Saya tidak kenal dengan Foke, saya mau kenal juga tidak mau," ucapnya.
Dia mengaku baru melaporkan Jokowi ke KPK hari ini karena memang baru memperoleh dokumen barang bukti lengkap.

Editor :
Heru Margianto