Senin, 11 April 2016

MENGENAL KABUPATEN BONE


Salam hormat untuk semua pembaca, kali ini saya akan memperkenalkan dimana saya lahirkan dan tinggal bersama keluarga, yaitu Kabupaten Bone. Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten yang terluas di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bone terdiri dari 27 kecamatan dan 372 kelurahan/desa. Kabupaten Bone ibukotanya Watampone yang berjarak sekitar 180 km dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan Makassar). Penduduk kabupaten Bone umumnya bersuku bugis dan beragama Islam.


Sejarah terbentuknya Kabupaten Bone merupakan peralihan dari suatu kerajaan tua yang tumbuh dan besar di Sulawesi pada zaman dahulu. Kerajaan Bone yang ibu kotanya Bone dalam perkembangannya berubah nama menjadi Lalengbata dan terakhir berubah nama menjadi Watampone. 



Menurut sejarah, dahulu Bone merupakan daerah yang kacau balau akibat tidak adanya pemimpin yang dapat mengarahkan/mempersatukan rakyat. Pada saat itu terjadi hukum rimbah, rakyat sianre bale (istilah bugis yang berarti saling membunuh), siapa yang kuat itulah yang menang. Kondisi ini berlangsung sampai tujuh turunan sampai akhirnya muncullah orang yang mampu membawa perdamaian ditengah masyarakat. Orang ini muncul ditengah-tengah rakyat Bone yang asalnya tidak diketahui oleh rakyat Bone sendiri. Sehingga rakyat Bone memberi gelar sebagai To Manurung atau “Manurunge ri Matajang”.

Keberhasilan menciptakan perdamain membuat rakyat Bone bersedia mengankat dia sebagai pemimpinnya yang merupakan hasil mufakat dari para Matoa (Ketua Kelompok Rakyat). Dari sinilah, awal sejarah terbentuknya Kerajaan Bone. Dalam menjalankan tugasnya, Raja ManurungE ri Matajang yang bergelar Mangkau dibantu oleh Matoa Pitu yang terdiri dari Matoa Ujung, Matoa Ponceng, Matoa Ta’, Matoa Tibojong, Matoa Tanete Riattang, Matoa Tanete Riawang, dan Matoa Macege. Berikut raja-raja Bone yang pernah memimpin Bone : 
1. Mata SilompoE To Manurungnge (1373 – 1380).
2. La Ummase, putera dari To ManurungngE ri Matajang dan digelar Petta Panre Bessie (1380 -1448).
3. La Saliwu Petta Karampeluwa, Kemenakan dari La Ummase, digelar Petta Pasodowakkae (1448 – 1518).
4. We Tenrigau Daeng Marowa Arung Majang (1512 – 1533), Ratu Perempuan Kerajaan Bone, digelar Makkaleppie atau Bissu ri Laleng Bili’atau Petta ri Lawelareng. Ratu ini kawin dengan Arung Kaju. Menurut kepercayaan rakyat Ratu ini tidak wafat tetapi menghilang secara gaib di cina sehingga di gelar Petta Mallajangnge ri Cina.
5. La Tenrisukki, putra dari We Benrigau (1538 – 1541).
6. La Woloi BoteĆ© putera La Tenrisukki, Petta MatinroE ri Itterung (1541 – 1570).
7. La Tenrirawe BongkangngE, putera La Woloi BoteE, digelar Petta MatinroE ri Gucinna (1570 – 1586). Pada masa pemerintahan raja ini didampingi oleh seorang cendikiawan dan negarawan terkenal kerajaan Bone yang bernama Kajao Laliddong.
8. La Ica, Saudara La Tenrirawe BongkangngE, di gelar Petta MatinroE ri addenenna (1586 – 1604).
9. La Pattawe Arung Kaju (1604 – 1609), anak dari La Pannaungi To Appawawoi saudara dari La Tenrisukki raja Bone ke 5, cucu dari We Tenri Gau Daeng Marowa Arung Majang raja Bone ke 4. Raja Bone ke-9 ini tidak memiliki anak.
10. We Tenrituppu, cucu dari La Woloi BoteĆ© Raja Bone ke 6, digelar Petta MatinroE ri Sidenreng. Pada masa pemerintahannya, La tenrituppu merubah nama Matoa Pitu menjadi Ade Pitu atas persetujuan para Matoa.
11. La Tenriruwa Sultan Adam, di gelar MatinroE ri Bantaeng. Beliau Raja Bone yang pertama memeluk Agama Islam (1609 – 1611). Setelah masuknya agama Islam maka struktur pemerintahan kerajaan Bone berubah yaitu dimasukkan perangkap Kadhi. Kadhi terdiri dari Imam, Khatib, Bilal dan lain-lain. Kadhi berfungsi untuk menangani urusan pengembangan dan pemantapan pelaksanaan syariat Islam.
12. La Tenripale To Akkepeyang, putera raja Bone ke 8, kawin dengan Kunange puteri Raja Bone ke 10. Raja ini digelar Petta Matinroe ri Tallo.
13. La Maddaremmeng, cucu Raja Bone ke-8 dan kemanakan Raja Bone ke 12. Pada zaman pemerintahan Baginda, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone. Raja ini digelar Petta matinroE ri Bukaka (1667 – 1672).
14. La Tenriaji To Senrima, adik dari raja Bone ke 13. Beliau memberontak terhadap kerajaan Gowa. Lalu La Tenriaji To Senrima diasingkan ke Siang (Pangkep) dan digelar Petta MatinroE ri Siang (1646 – 1650).
15. La Tenri To Appatunru Arung Palakka Petta MalampeE Gemme’na Sultan SaanuddinMangkau ri Bone To ri Sompae ri Gowa MalebbaE Songko’na Arungna Mandurae MatinroE ri Bontoala, raja Bone ke 15 (1667 -1696), tetapi baru dikukuhkan menjadi Raja Bone tanggal 3 Nopember 1672.
16. La Patau Sultan Alimuddin Idris, Baginda adalah cucu dari La Maddaremmeng raja Bone ke 13, La Patau pertama kawin dengan putri Raja Luwu kemudian perkawinan keduanya dengan putri Raja Gowa. Dari kedua perkawinannya La Patau memiliki putra-putri yang kemudian berkuasa di kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan. La Patau digelar Petta MatinroE ri Nagauleng.
17. Bataritojang Sitti Zainab Sultana Zukijasuddin Arung Timurung Datu Citta, Mangkau di Bone, ini adalah putri La Patau hasil perkawinan dari putri Raja Luwu. Bataritojang ini juga menjadi Payung di Luwu dan Datu di Soppeng. Raja ini memerintah pada tahun 1714 – 1715 dan 1724 – 1748, dan digelar Petta MatinroE Tippulu’e.
18. La Padangsejati To Appaware Arung Palakka adalah putra La Patau dari permaisurinya dari Gowa. Setelah wafat diberi gelar Petta MatinroE ri Beula.
19. La Pareppa To Sappewali adalah saudara kandung dari La Padangsejati mangkau Bone ke 18, 1720 – 1724. Sebelum menjadi Mangkau di Bone telah menjadi Somba di Gowa dan digelari Petta MatinroE ri Somba Opu.
20. La Paongi Appawawoi Arung Mampu, Baginda adalah saudara kandung dengan Raja Bone ke 18 dan 19, setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Bisei.
21. Bataritojang Sitti Zainab Sultana Zukijasuddin Arung Timurung Datu Citta, ini masa pemerintahan yang keduanya 1724 – 1748, dan digelar Petta MatinroE ri Tippulu’e.
22. La Tomassonge (La Mappasossong) Jaliluddin Abdul Razak Datu Baringeng, Raja ini juga anak dari La Patau dengan istri dari Gowa. Digelari Petta MatinroE ri Mallimongeng.
23. La Tenrituppu Sultan Achmad Saleh Syamsuddin, baginda adalah cucu dari raja Bone ke 22 dan memerintah pada tahun 1775 – 1812 dan digelari Petta Matinroe ri Rompegading.
24. To Appatunru Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin, baginda memerintah pada tahun 1812 – 1823 adalah putra dari raja Bone ke 23 dan digelari Petta Matinroe ri LalengBata.
25. We Maning Ratu Arung Data Sultana Saleha Rabiyatuddin, baginda adalah saudara raja Bone ke-24. Baginda adalah mangkau di Bone tahun 1825 – 1835, Pada waktu baginda Mangkau di Bone terjadi perang Bone yang pertama melawan Belanda. baginda tidak bersuami dan setelah wafat digelari Petta Matinroe ri Kessi Pangkajene.
26. Mappasiling Arung Panyili Sultan Adam Najamuddin (1835 – 1845), beliau saudara dengan raja Bone ke 25. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Salassa’na.
27. La Parengrengi Sultah Achmad Saleh Muhiddin Arung Pugi (1845 -1857). Baginda cucu dari Mangkau Bone ke 23. Baginda kawin dengan Besse Kajuara, digelar Petta Matinroe ri Ajangbetteng.
28. We Tenriwaru Pancaitana Besse Kajuara Mangkau di Bone Datu Suppa Sultana Ummulhadi (1857 – 1860), beliau menggatikan suaminya Mangkau di Bone ke 27. Pada masa pemerintahannya terjadi perang Bone ke-II dan ke-III. Nama beliau setelah wafat adalah Pancaitana Besse Kajuara Tenriwaru Peleiengngi Pesempe Petta Matinroe ri Majennang.
29. Singkerrurukka Arung Palakka Sultan Achmad Idris, beliau adalah cucu dari Mangkau ke 24. Beliau Mangkau Bone (1860 -1871) dan digelar Petta Matinroe ri Paccing.
30. Fatimah Banri arung Timurung (1871 – 1895), Baginda adalah puteri dari Mangkau Bone ke 29. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Bolampare’na.
31. La Pawawoi Arung Segeri, beliau saudara seayah dengan Mangkau Bone ke 30. Pada tahun 1895 di usia 60, beliau Mangkau di Bone. Pada tahun 1905 Belanda menyerang Kerajaan Bone yang disebut perang Bone ke 4, ketika itu beliau ditangkap dan dibuang ke Bandung kemudian dipindahkan ke Batavia. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Betawi. Makam beliau kini berada di TMP Kalibata.
32. Mappayukki Sultan Ibrahim, beliau adalah putera ke 2 Sombaya di Gowa ke 34 Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Huzain Tumanenga ri Bundu’na. Beliau Mangkau di Bone dari 2 April 1931 – 19 Juni 1946, dan wafat pada tanggal 18 April 1967, digelar Petta MatinroE ri Jongae. Baginda dimakamkan di TMP Panaikang Makassar.
33. Andi Pabbenteng Daeng Palawa, beliau diangkat oleh NICA menjadi raja Bone pada 19 Juni 1946 dan turun tahta sesudah pengambilalihan kekuasaan di wilayah Indonesia Timur dari Kekuasaan Belanda oleh operasi militer APRIS pada tanggal 26 Mei 1950. 

Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan dan menjadi Kabupaten Bone , sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani, Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.
2. Ma’Mun Daeng Mattiro Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.
3. H.Andi Mappanyukki Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 1960.
4. Kol. H.Andi Suradi, Kepala Daerah tanggal 21 M e i l960 sampai dengan 01 Agustus 1966.
5. Andi Baso Amir, Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.
6. Kol. H. Suaib, Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.
7. Kol.H.P.B.Harahap, Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.
8. Kol.H.A.Made Alie, PjS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.
9. Kol.H.Andi Syamsul Alam, Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.
10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam, Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.
11. Kol. H.Andi Amir, Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003
12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH (Bupati 2003-2008)
13. H. A. Muh. Idris Galigo, SH (Bupati periode 2008 – 2013, yang dipilih secara langsung oleh rakyat Bone melalui Pilkada) 

sumber : http://songkeng-bonekoe.blogspot.com/2010/08/salam-hormat-untuk-semua-pembaca-kali.html

Rabu, 20 Januari 2016

Diantara Tanda Kekuasaan Allah

“Dan Dialah (Allah) yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan). Sehingga apabila angin itu telah membawa awan mendung,Kami halau ke suatu daerah yang tandus.Lalu kami turunkan hujan di daerah itu, maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”(Terjemahan Q.S. 7:57)
Ini adalah atsar-atsar rububiah di alam semesta,atsar(bekas) perbuatan,kekuasaan,dan pengaturan. Semua adalah ciptaan Allah,yang tidak layak ada Tuhan lain bagi manusia selain Dia. Dia(Allah) adalah Maha Pencipta dan Pemberi rezeki dengan sebab-sebab yang diberikannya sebagai rahmat kepada hamba-hamba-Nya. Setiap waktu angin bertiup,setiap waktu angin membawa awan,setiap waktu turun air dari awan. Akan tetapi, semua ini berhubungan dengan perbuatan Allah, sebagaimana hakikatnya. Ia adalah adalah sesuatu yang baru yang dipaparkan oleh Al-qur’an dengan dilukiskan pada pemandangan yang bergerak,seakan-akan mata memandangnya.
Allah meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira akan datangnya rahmat-Nya. Angin bertiup sesuai dengan hukum alam
yang diciptakan Allah pada alam semesta ini.Jadi,alam tidak menciptakan dirinya sendiri,yang kemudian membuat hukum untuk dirinya yang disebut hukum alam. Tetapi, tashawwur Islami didasarkan pada i’tikad bahwa semua peristiwa yang terjadi di alam ini meskipun terjadinya sesuai dengan undang-undang yang ditetapkan Allah-sebenarnya ia terjadi dan terealisir menurut ukuran tertentu untuk diwujudkan di alam nyata.
Urusan terdahulu yang berjalan menurut sunnatullah,tidak bertentangan dengan kaitan qadar Allah dengan setiap peristiwa dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sesuai dengan sunnatullah ini. Maka,peniupan angin,sesuai dengan undang-undang Ilahi pada alam(yang biasa disebut hukum alam),adalah salah satu dari berbagai macam peristiwa yang terjadi sesuai dengan ketentuan khusus untuknya.
Angin yang membawa awan juga berjalan sesuai hukum Allah pada alam semesta,tetapi ia berjalan sesuai dengan hukum yang khusus. Kemudian Allah menghalau awan dengan kadar tertentu ke “daerah yang mati”..padang atau tanah tandus. Kemudian dia menurunkan air dari awan itu dengan kadar tertentu pula. Setelah itu mengeluarkan bermacam-macam buah-buahan dengan kadar tertentu yang semua itu terjadi sesuai dengan undang-undang yang diciptakan Allah dan sesuai dengan tabiat alam serta tabiat kehidupan.
Tashawwur Islam dalam hal ini menolak apa yang dikatakan “kebetulan” pada semua yang terjadi pada alam ini, sejak penciptaan dan pemunculannya, hingga semua gerakan dan perubahan yang terjadi.Hal ini sebagai mana Islam juga menolak pemahaman Jabariyah yang menggambarkan alam sebagai sarana tanpa ada yang menciptakannya dan membuat peraturan tata geraknya. Kemudian membiarkannya bergerak sendiri seperti robot dengan sistem yang telah dibuat sedemikian rupa.
Allah menetapkan penciptaan dengan kehendak dan qadarnya. Kemudian menetapkan undang-undang yang baku dan peraturan yang berlaku. Akan tetapi, Ia juga menciptakan qadar yang menyertai setiap gerak undang-undang alam dan setiap kali tampak padanya sunnatullah. Yaitu, qadar yang menimbulkan gerak dan merealisasikan peraturan, sesuai dengan kehendak mutlak yang ada di balik sunnah dan aturan-aturan yang baku itu.
Ini adalah lukisan yang hidup, yang dapat melenyapkan kebodohan dari dalam hati,kebodohan mengenai sarana dan kekuatan pemaksa. Lalu membiarkannya selalu dalam kesadaran dan kontrol. Setiap kali terjadi suatu peristiwa sesuai dengan sunnatullah, dan setiap kali selesai suatu gerakan sesuai dengan undang-undang Allah, maka gemetarlah hati ini melihat berlakunya kekuasaan Allah,melihat tangan Allah yang bekerja. Lantas ia bertasbih kepada Allah, mengingat-Nya, merasa didalam pengawasan-Nya, dengan tidak melupakan alat-alat penentunya.
Inilah tashawwur Islam yang menhidupkan hati dan menyadarkan akal. Kemudian menghubungkan semuanya dengan perbuatan Sang Maha Pencipta yang tampak selalu aktual,dan menyucikan Sang Maha Pencipta yang selalu hadir dalam setiap saat,dalam setiap gerak,dan dalam setiap peristiwa yang terjadi di malam hari maupun di siang bolong.
Begitulah Al-qur’an mengaitkan hakikat kehidupan yang berkembang dengan kehendak Allah dan qadar-Nya di bumi ini. Juga dengan kejadian terakhir yang juga terwujud dengan kehendak dan qadar Allah,sesuai dengan manhaj yang dapat dilihat makhluk hidup di dalam menciptakan kehidupan ini,
“Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati,mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.”
Mukjizat kehidupan ini mempunyai satu karakter,dibalik bentuk-bentuknya,gambar-gambarnya,dan kondisi yang melingkupinya. Inilah kesan yang diberikan dalam bagian akhir ayat ini.Sebagaimana Allah mengeluarkan kehidupan(tumbuh-tumbuhan) dari tanah yang mati atau tandus, maka ia juga akan mengeluarkan kehidupan dari manusia-manusia yang telah mati pada akhir perjalannya.
Sesungguhnya kehendak yang meniupkan kehidupan di dalam lukisan-lukisan kehidupan dan bentuk-bentuknya di muka bumi ini,adalah juga kehendak yang mengmbalikan kehidupan pada benda-benda yang mati. Kekuasaan yang mengeluarkan kehidupan dari benda-benda mati di dunia ini, adalah juga kekuasaan yang memberlakukan kehidupan pada manusia-manusia yang telah mati pada kali ini..

Pustaka: Tafsir Fizhilalil qur’an Jilid 4
https://pustakakita.wordpress.com/category/al-quran/