Sabtu, 10 November 2012

Contoh Makalah Ekonomi



KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewargaan dengan Judul “KORUPSI MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA”, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telh diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

................,.........................    

Penulis


















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................          i
DAFTAR ISI...........................................................................................          ii

BAB I PENDAHULUAN
A      Latar Belakang............................................................................          1
B      Permasalahan .............................................................................          1
BAB II PEMBAHASAN
  1. Makna Tindak Pidana Korupsi...................................................          2
  2. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi........................................          3
  3. Korupsi dan Desentralisasi.........................................................          5
  4. Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi...............          7
BAB III KESIMPULAN..........................................................................          9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 10




















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Peraturan Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan senabagai Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tebah pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan senjata ampuh dalam pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun  tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan senjata ampuh para koruptor untuk menghindar dari tuntutan. Kasus korupsi mantan Presiden Suharto, contoh kasus korupsi yang yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Padahal penyelesaian kasus-kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu mentimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.

B.    Permasalahan
1.     Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
2.     Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
3.     Bagaimana Mutiplier effec bagu efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?






BAB II
PEMBAHASAN


A.    Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas an keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

B.    Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak  kembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.

C.    Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok Setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislative daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, inpestor menahan diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro memacu PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah. Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga kerjaan hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini pemerintah daerah sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal ini berarti birokrasi menjadi penghambat utama bagi infestasi yang menyebabkan munculnya Haighcost economy yang beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi social politik dominant menjadi hambatan bagi tumbuhnya di daerah.
Pada 2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada secara langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di daerah yang membuat enggan para inspector untuk menanam modalnya di daerah. Dalam situasi politik ini, inspector local memilih modalnya kepada ekspestasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon Kepala daerah tertentu dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi. Justru  hanya akan meperbesar pengeluaran pemerintah (Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi pengeluaran pemerintah karena untuk meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi tersebut akan di dukung oleh birokrasi yang  njelimet.
Seharusnya titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka Waktu pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari prektek korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.

D.    Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt pengembangan system pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok, yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan system tanggung gugat dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar. Bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.
Kedua, hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan sekedar kemauan para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau sastra social. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan social politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara social politik akan memilih pimpinan (politis) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat di awasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika kontrusi integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial.


BAB III
KESIMPULAN

            Merangfkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama wabah yang tidak pernah tepat Sasaran ibarat “yang sakit Kepala, kok yang di obati tangan”. Pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah memang.



















DAFTAR PUSTAKA


Harian Kompas, 13 Juni 2006,

Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia” MPKP, FE,UI.

Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of National Integrity System”. Transparency International, 2000.

Robet A Simanjuntak, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problem, Prospek, dan Kebijakan”.  LPEM UI, 2003.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah            .

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Makalah Ekonomi makro Tentang kebijakan fiskal dan moneter


BAB I
PENDAHULUAN

  1. 1.      Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com) negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas dapat di buat beberapa rumusan masalah yaitu antar lain:
  1. Definisi kebijakan fiskal (fiskal policy)
  2. Definisi kebijakan moneter
  3. Hubungan antara kebijakan fiskal dan moneter
1.3     Tujuan Pembahasan
  1. Agar lebih memahami definisi dari  kebijakan fiskal
  2. Agar lebih memahami tentang kebijakan moneter
  3. Serta mempermudah pembaca memahami hubungan kebijakan fiskal dan moneter
BAB II
POKOK PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga(RTK), dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha dan
Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah dunia internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
Pengaruh krisis ekonomi pada kebijakan fiskal, dimana Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran. Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).


2.2 Definisi Kebijakan Moneter (monetary policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Dengan kata lain,Kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol suplai (i) uang, (ii) ketersediaan uang, dan (iii) biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran. Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga (untuk mencapai kebijakan gol).
Adalah penting bagi para pembuat kebijakan untuk membuat pengumuman kredibel. Jika agen-agen swasta ( konsumen dan perusahaan ) percaya bahwa para pembuat kebijakan berkomitmen untuk menurunkan inflasi , mereka akan mengantisipasi harga di masa depan lebih rendah daripada yang (bagaimana ekspektasi yang terbentuk adalah hal yang sama sekali berbeda, misalnya membandingkan ekspektasi rasional dengan ekspektasi adaptif ).
Jika seorang karyawan berharap harga akan tinggi di masa depan, ia akan membuat kontrak upah dengan upah yang tinggi untuk mencocokkan harga-harga. Oleh karena itu, harapan upah yang lebih rendah tercermin dalam perilaku penetapan upah antara karyawan dan majikan (upah lebih rendah karena harga diharapkan lebih rendah) dan karena upah tersebut sebenarnya lebih rendah tidak ada demand pull inflasi karena karyawan menerima upah lebih kecil dan tidak ada biaya tekanan inflasi karena majikan membayar kurang dari upah.
Untuk mencapai tingkat inflasi rendah, pembuat kebijakan harus memiliki pengumuman kredibel, yaitu agen-agen swasta harus percaya bahwa pengumuman ini akan mencerminkan kebijakan masa depan yang sebenarnya. Jika pengumuman tentang target inflasi yang rendah tingkat dibuat tetapi tidak diyakini oleh agen-agen swasta, penetapan upah akan mengantisipasi tingkat inflasi yang tinggi dan upah akan semakin tinggi dan inflasi akan meningkat. Sebuah upah yang tinggi akan meningkatkan permintaan konsumen ( demand pull inflation ) dan biaya sebuah perusahaan ( cost push inflation ), sehingga inflasi meningkat. Oleh karena itu, jika pengumuman seorang pembuat kebijakan tentang kebijakan moneter yang tidak dapat dipercaya, kebijakan tidak akan memiliki efek yang diinginkan.
Jika pembuat kebijakan percaya bahwa agen-agen swasta mengantisipasi inflasi yang rendah, mereka memiliki insentif untuk mengadopsi kebijakan moneter ekspansionis (dimana manfaat marjinal meningkatkan output ekonomi melampaui biaya marjinal inflasi), namun, dengan asumsi agen-agen swasta memiliki ekspektasi rasional , mereka tahu bahwa para pembuat kebijakan memiliki insentif ini. Oleh karena itu, agen-agen swasta tahu bahwa jika mereka mengantisipasi inflasi yang rendah, kebijakan ekspansionis akan diadopsi yang menyebabkan peningkatan inflasi. Akibatnya, (kecuali para pembuat kebijakan dapat membuat pengumuman inflasi yang rendah mereka kredibel), agen-agen swasta mengharapkan inflasi yang tinggi. antisipasi ini dipenuhi melalui harapan adaptif (perilaku upah-setting), maka, ada inflasi yang lebih tinggi (tanpa manfaat produksi meningkat). Oleh karena itu, kecuali pengumuman kredibel dapat dibuat, kebijakan moneter yang ekspansif akan gagal.
Pengumuman dapat dilakukan kredibel dalam berbagai cara. Salah satunya adalah untuk mendirikan bank sentral yang independen dengan target inflasi yang rendah (tapi tidak ada target output). Oleh karena itu, agen-agen swasta tahu bahwa inflasi akan rendah karena sudah diatur oleh badan independen. Bank-bank sentral dapat diberikan insentif untuk memenuhi target (misalnya, anggaran yang lebih besar, bonus upah untuk kepala bank) untuk meningkatkan reputasi dan sinyal komitmen yang kuat untuk tujuan kebijakan. Reputasi merupakan elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Tapi gagasan reputasi tidak harus bingung dengan komitmen.
Sementara bank sentral mungkin memiliki reputasi baik karena kinerja yang baik dalam melakukan kebijakan moneter, bank sentral yang sama tidak mungkin telah memilih bentuk komitmen tertentu (seperti penargetan rentang tertentu untuk inflasi). Reputasi memainkan peran penting dalam menentukan berapa pasar percaya pengumuman komitmen tertentu untuk tujuan kebijakan tetapi kedua konsep tidak boleh berasimilasi. Juga, perhatikan bahwa di bawah ekspektasi rasional, tidak perlu bagi pembuat kebijakan untuk telah menetapkan reputasi melalui tindakan kebijakan masa lalu; sebagai contoh, reputasi kepala bank sentral mungkin berasal sepenuhnya dari ideologi nya, latar belakang profesional , pernyataan publik, dll
Bahkan telah berpendapat  bahwa untuk mencegah beberapa patologi terkait dengan inkonsistensi waktu pelaksanaan kebijakan moneter (inflasi berlebihan tertentu), kepala bank sentral harus memiliki kebencian yang lebih besar untuk inflasi dari sisa ekonomi pada rata-rata. Oleh karena itu reputasi bank sentral tertentu tidak perlu terikat pada kinerja masa lalu, melainkan untuk pengaturan kelembagaan tertentu bahwa pasar dapat digunakan untuk membentuk ekspektasi inflasi.
Meskipun sering diskusi kredibilitas yang berkaitan dengan kebijakan moneter, makna yang tepat dari kredibilitas jarang didefinisikan. kurangnya kejelasan tersebut dapat berfungsi untuk memimpin kebijakan jauh dari apa yang diyakini paling menguntungkan. Misalnya, kemampuan untuk melayani kepentingan umum adalah salah satu definisi dari kredibilitas sering dikaitkan dengan bank sentral. Keandalan dengan mana suatu bank sentral janjinya juga merupakan definisi umum. Sementara semua orang setuju kemungkinan besar bank sentral tidak boleh berbohong kepada publik, perselisihan luas ada di bagaimana bank sentral dapat melayani kepentingan publik. Oleh karena itu, kurangnya definisi dapat mendorong orang untuk percaya bahwa mereka mendukung satu kebijakan tertentu kredibilitas ketika mereka benar-benar mendukung lain.
2.2.1 Jenis-jenis kebijakan moneter
Dalam prakteknya, untuk menerapkan semua jenis kebijakan moneter alat utama yang digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau menjual aset keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar terbuka berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari uang yang dibeli atau dijual). The multiplier effect perbankan cadangan fraksional memperkuat dampak dari tindakan. transaksi pasar Konstan oleh otoritas moneter memodifikasi pasokan mata uang dan ini dampak variabel pasar lain seperti suku bunga jangka pendek dan nilai tukar.
  1. Inflasi penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga inflasi , di bawah sebuah definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen , dalam kisaran yang diinginkan. Target inflasi ini dicapai melalui penyesuaian berkala kepada Bank Sentral suku bunga target. Tingkat bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana bank meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk keperluan arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku bunga dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau kuartalan oleh komite kebijakan.
Perubahan target suku bunga dibuat sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap pada jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai contoh, satu metode sederhana inflation targeting disebut aturan Taylor menyesuaikan tingkat suku bunga sebagai respon terhadap perubahan dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output . Aturan diusulkan oleh John B. Taylor dari Universitas Stanford .
Penargetan inflasi pendekatan untuk pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di Australia , Brazil , Kanada , Chile , Kolombia , yang Republik Ceko , Selandia Baru , Norwegia , Islandia , Filipina , Polandia , Swedia , Afrika Selatan , Turki , dan Inggris .
  1. Harga Penargetan Tingkat
Harga penargetan tingkat mirip dengan inflation targeting kecuali bahwa pertumbuhan CPI dalam satu tahun atas atau di bawah target tingkat harga jangka panjang adalah offset pada tahun-tahun berikutnya sehingga tingkat harga yang ditargetkan tercapai dari waktu ke waktu, misalnya lima tahun, memberikan kepastian lebih lanjut tentang masa depan kenaikan harga kepada konsumen. Dalam inflation targeting apa yang terjadi pada tahun-tahun terakhir segera tidak diperhitungkan atau disesuaikan dalam tahun berjalan dan masa depan.
  1. Agregat Moneter
Pada 1980-an, beberapa negara menggunakan pendekatan yang didasarkan pada pertumbuhan konstan dalam jumlah uang beredar. Pendekatan ini disaring untuk memasukkan kelas yang berbeda dari uang dan kredit (M0, M1 dll). Di Amerika Serikat ini pendekatan kebijakan moneter dihentikan dengan pemilihan Alan Greenspan sebagai Ketua Fed.  Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut monetarisme . Sementara kebijakan yang paling moneter berfokus pada sinyal harga satu bentuk atau lain, pendekatan ini difokuskan pada jumlah moneter.
  1. Nilai Tukar Tetap
Kebijakan ini didasarkan pada mempertahankan nilai tukar tetap dengan mata uang asing. Ada berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang dapat peringkat dalam kaitannya dengan cara kaku kurs tetap adalah dengan bangsa jangkar.
Di bawah sistem nilai fiat tetap, pemerintah daerah atau otoritas moneter menyatakan nilai tukar tetap tetapi tidak aktif membeli atau menjual mata uang untuk mempertahankan tingkat. Sebaliknya, tingkat dipaksakan oleh-konvertibilitas tindakan-tindakan non (misalnya kontrol modal , impor / lisensi ekspor, dll). Dalam hal ini ada tingkat pasar gelap tukar dimana perdagangan mata uang pada pasar / nilai tidak resmi.
Di bawah sistem fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan dijual oleh bank sentral atau otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai tukar target. Tingkat mungkin target tingkat tetap atau sebuah band tetap di mana nilai tukar dapat berfluktuasi sampai otoritas moneter campur tangan untuk membeli atau menjual yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar dalam band. (Dalam kasus ini, nilai tukar tetap dengan tingkat tetap dapat dilihat sebagai kasus khusus dari kurs tetap dengan band-band di mana band-band yang diatur ke nol.)
Di bawah sistem nilai tukar tetap dikelola oleh suatu dewan mata uang setiap unit mata uang lokal harus didukung oleh unit mata uang asing (mengoreksi nilai tukar). Hal ini memastikan bahwa basis moneter lokal tidak akan mengembang tanpa didukung oleh mata uang keras dan menghilangkan segala kekhawatiran tentang berjalan di mata uang lokal dengan mereka yang ingin mengkonversi mata uang lokal ke mata uang (jangkar) keras.
Dalam dolarisasi , mata uang asing (biasanya dolar AS, maka istilah “dolarisasi”) digunakan secara bebas sebagai media pertukaran, baik secara eksklusif atau paralel dengan mata uang lokal. Hal ini dapat terjadi karena penduduk setempat telah kehilangan iman semua dalam mata uang lokal, atau mungkin juga kebijakan dari pemerintah (biasanya untuk mengendalikan inflasi dan impor kebijakan moneter kredibel).
Kebijakan ini sering turun tahta kebijakan moneter dengan otoritas moneter asing atau pemerintah sebagai kebijakan moneter di negara mengelompokkan harus menyelaraskan dengan kebijakan moneter dalam jangkar bangsa untuk mempertahankan nilai tukar. Tingkat dimana kebijakan moneter lokal menjadi tergantung pada jangkar bangsa tergantung pada faktor-faktor seperti mobilitas modal, keterbukaan, saluran kredit dan faktor ekonomi lainnya.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beedar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
2.3 Hubungan Antara Kebijakan Fiskal Dan Moneter
            Sebagaiman kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa. Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.
BAB III
P E N U T U P
3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa :
Kebijakan fiskal dan moneter adalah kebijakan yang di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
  1. http://www.econlib.org/library/Enc/FiscalPolicy.html
  2. http://dictionary.reference.com/browse/straitjacket
  3. Heyne, PT, Boettke, PJ, Prychitko, DL (2002): Jalan Ekonomi Berpikir (10 red). Prentice Hall.
  4. Larch, M. dan J. Nogueira Martins (2009): Kebijakan Fiskal Membuat di Uni Eropa – Sebuah Kajian Praktek dan Tantangan kini. Routledge.
  5.  ”Kebijakan Moneter” . Federal Reserve Board. 3 Januari .
  6.  ” BM Friedman , “Kebijakan Moneter,” Abstrak. . ” Ensiklopedi Internasional & Perilaku Ilmu Sosial . 2001. hal 9976-9984.
  7.  Rogoff, Kenneth , 1985. “Komitmen optimal ke Target Moneter Intermediate”, Quarterly Journal of Economics 100, hal 1169-1189
  8.  Forder, James (Desember 2004). “” Kredibilitas “dalam Konteks: Apakah Bankers Tengah dan ekonom Interpretasikan Jangka Waktu Berbeda”? (pdf). Econ Jurnal .
  9.  ”Bank of England didirikan 1694″ . BBC. 31 Maret .
  10.  ”Undang-undang Federal Reserve” . Federal Reserve Board. 14 Mei .
  11.  Friedman, Milton (1960). Sebuah Program Stabilitas Moneter. Fordham University Press.
  12.  Bernanke, Ben (2006). “Agregat Moneter dan Kebijakan Moneter di Federal Reserve: Sebuah Perspektif Sejarah” . Federal .
  13.  Nelson, Edward (2007). “Milton Friedman dan US Sejarah Moneter: 1961-2006″ :. Federal Reserve Bank of St Louis Review (89 171 .
  14.  ”Blog: Favorite Friedman tanda kutip” .
  15.  Friedman, mengutip Milton, Wikiquote
  16.  ”Nilai Tukar” . Perpustakaan Ekonomi dan Liberty. 31 Maret .
  17.  ”Kasus Terhadap The Fed” . 5 Juni .
  18.  Orphanides, Athanasios . Taylor aturan (Abstrak) . The New Palgrave Dictionary of Economics , Edisi ke-2. v. 8. hal .
  19.  Abdel-Monem, Tarik. “Apa itu Standar Emas?” . University of Iowa Pusat Pusat Internasional Keuangan dan .
  20.  Eichengreen, Barry (1992): Golden. belenggu Standar Emas dan Depresi Besar, 1919-1939. New York: Oxford University Press. ISBN 0195064313
  21.  Olivei, Giovanni P. (2002). “Swiss Pendekatan Kebijakan Moneter” :. New England Economic Review (Federal Reserve Bank of Boston) (Kuartal Kedua) .
  22.  ”Kerangka Kebijakan Moneter” . Bank Of England. .
  23.  ”US Kebijakan Moneter: Sebuah Pengantar” . Bank Federal San Francisco. .
sumber : http://donielibra.wordpress.com/makalah-ekonomi-makro-tentang-kebijakan-fiskal-dan-moneter/