Tampilkan postingan dengan label BONE. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BONE. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 April 2016

Misteri Tapak Kaki Arung Palakka



Konon, bahwa arung Palakka sebelum meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke kerajaan Buton ia melakukan ikrar atau janci , beliau menghentakkan kakinya setelah mengikatnya pada akar pohon beringin sebagai suatu tanda ikrar dan nampaklah pada hentakan kaki itu di atas sebuah batu dilereng gunung Cempalagi yang masih berada di pinggir laut. Bekas tapak kaki Arung Palakka tersebut yang panjangnya kurang lebih 75 cm.
Di bekas tapak inilah bila mana air laut surut maka bekas pijakan kaki tersebut akan nampak dengan jelas. Dan ditapak itu menyerupai sebuah wadah mengandung air tawar yang sesungguhnya harus asin karena berada di bawah permukaan laut. Banyak orang yang berkunjung untuk mendapatkan air suci itu yang dianggapnya sebagai air yang memiliki tuah. Kegiatan seperti itu terjadi dari dulu dan masih berlangsung hingga kini. Dan memang mujurlah seseorang bila mana bisa melihat dan mendapatkan air pada tapak tersebut. Bila mana Anda ingin berkunjung ke daerah tersebut anda harus mempersiapkan diri siap menunggu waktu agak lama untuk dapat melihat situasi tersebut di atas, bahkan terkadang seharian kita menunggu tak kunjung datang a ir surut. Sehingga apabila Anda mampu melihatnya berarti Anda termasuk orang yang mujur. Di sekitar gunung itu ada beberapa mulut gua yang di dalamnya penuh stalagtit dan stalagmit yang tergolong indah dan bahkan menurut pengakuan masyarakat setempat bahwa di adalam gua itu terdapat lorong panjang yang tembus dengan tanjung Pallette yang berjarak 2 km. Gua inilah yang disebut Gua janci. Selain itu di dalam gua itu terdapat sungai yang mengalir air tawar yang airnya cukup dalam namun susah untuk ditempuh. Untuk mencapai sungai itu kita harus berjalan merangkak. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi petualang. Juga disinyalir bahwa di dalam sungai itu hidup komunitas ikan Arwana.

sumber : http://www.telukbone.id/2012/11/misteri-tapak-kaki-arung-palakka.html#more

Motto SUMANGE' TEALARA'

        MOTTO  : SUMANGE TEALARAOleh : Mursalim
Sebelum menguraikan makna “ SUMANGE TEALARA ” terlebih dahulu kita membaca deskripsi di bawah ini.
APAKAH ITU SEMANGAT ? Terkadang kita begitu bersemangat untuk merencanakan sesuatu. Baik itu  soal pekerjaan, karir, belajar/ menuntut ilmu, menjalin hubungan, usaha, berkarya maupun dalam mengejar target. Kita tahu bahwa semangat itu ada pada keyakinan dalam diri kita. Kita juga tahu bahwa semangat itu ada pada minat kita terhadap apa yang akan dan kita lakukan.
Namun semua itu barulah sebuah rencana dan bukan berarti semangat yang sesungguhnya. Karena  sejatinya sebuah semangat itu bukan hanya mesti ada diawal kita melakukan sesuatu. Tapi ia perlu dipertahankan, berkesinambungan, dan dimunculkan terus menerus dalam menyelesaikan apa yang kita lakukan.  Sehingga rasa semangat itu benar-benar menjadi energi kita dalam berproses.
Sebuah contoh sederhana, seorang siswa mengatakan bahwa ia bersemangat sekali untuk pergi ke sekolah. Tetapi mungkin di sekolah ia hanya bersemangat di awal-awal hari saja. Setelah beberapa jam kemudian menemukan hal-hal yang sulit,  pelajaran yang rumit,  atau guru yang tak disukainya, siswa tersebut sudah  mulai mengeluh dan kehilangan gairah untuk belajar. Hal ini berarti siswa yang bersangkutan  tidak memiliki semangat yang sesungguhnya.
APAKAH ANDA BERSEMANGAT ? Jika Anda benar-benar memiliki semangat dalam mengarungi hidup ini maka Anda akan menemukan hal-hal berikut :
  1. Apakah kita masih bersemangat saat baru saja kita menemukan kendala ?
  1. Apakah kita masih bersemangat ketika rasa lelah mulai menghampiri kita ?
  1. Apakah kita masih bersemangat saat sebuah masalah datang di hidup kita ?
  1. aPAKAH pakah kita masih bisa bersemangat ketika menemukan jalan buntu di ujung jalan kita?
Pernyataan di atas mengartikan apa yang dinamakan dengan semangat yang sesungguhnya. Seperti halnya waktu , bukan berarti semangat itu hanya ada pada pagi hari yang cerah, segar, dan riang gembira. Namun semangat itu juga harus tetap ada di waktu siang yang panas, gerah, dan penuh beban dalam pikiran kita.  Hingga sore pun tiba menjemput malam semangat  itu tetap harus dipertahankan.
MENGAPA PERLU SEMANGAT ? Semangat merupakan integritas jiwa dan jasmani dalam beraktivitas. Arti semangat adalah bagaimana kita dapat  membuktikan dan mempertahankan keyakinan diri. Tentunya  bukan hanya rencana diawal saja, akan tetapi semangat itu bagian dari seluruh proses.  Dengan demikian semangat itu adalah sebuah kebutuhan yang hakiki dalam menjalani kehidupan.  “ Semangat itu muncul dari sebuah keyakinan dan
keyakinan itu merupakan sesuatu yang muncul karena dijalani  bukan karena perkataan semata "
MOTTO DAN SEMBOYAN MOTTO  adalah kata atau kalimat pendek yang menggambarkan motivasi, semangat untuk mencapai  tujuan suatu organisasi atau daerah. Motto biasanya menggunakan bahasa daerah setempat (lokal). Kalau di Kabupaten Bone tentu menggunakan bahasa Bugis.

SEMBOYAN  atau SLOGAN  adalah susunan kalimat yang dipakai sebagai dasar tuntunan suatu organisasi atau usaha. Semboyan atau slogan mengacu kepada suatu makna tertentu yang memberikan semangat sekaligus ciri khas pada organisasi.
Misalnya :
Budaya Kerja Pemerintah Kabupaten Bone, yaitu :
  1. Bekerja Keras
  1. Bekerja Cerdas
  1. Bekerja Ikhlas
  1. Bekerja Tuntas
Untuk mewujudkan semboyan atau slogan tersebut di atas, maka diperlukan motto sebagai BAHASA KUNCI  yang mampu memberikan semangat, dan kekuatan, serta keyakinan dalam diri untuk mencapai tujuan tersebut.  Dengan membudayakan bekerja  keras, cerdas, iklhlas, dan tuntas merupakan jembatan untuk mencapai visi masyarakat Bone yang sehat, cerda, dan sejahtera .

SEJARAH Sejak dahulu,  Bone dikenal memiliki  norma dan peradaban yang  sangat tinggi. Sebagai kerajaan yang pernah berjaya di Jazirah Selatan Sulawesi namun sepak terjangnya meliputi nusantara bahkan mencapai benua lain.  Leluhur  Bone selain memiliki kecerdasan spritual tetapi juga memilik kecerdasan emosial dalam menjalani hidup baik dalam praktiknya  disegi sejarah, Sosial budaya, ekonomi maupun politik. Tak heran dimasa sekarang ini anak cucu dan generasi leluhur Bone banyak yang berkiprah dibidang-bidang tersebut.
Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Ketiga hal yang dimaksud adalah :
Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminologi politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut "Ade Pitue", yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasihat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh Ade Pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan. Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan asas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 masa pemerintahan Raja Bone ke-7 Latenri Rawe Bongkangnge. Kajao lalliddong berpesan kepada Raja bahwa ada empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:
  1. Mammulanna : Seuwani, Temmatinroi matanna Arung Mangkau'E mitai munrinna gau'e (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
  1. Maduanna: Maccapi Arung Mangkau'E duppai ada' (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
  1. Matellunna : Maccapi Arung MangkauE mpinru ada' (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
  1. Maeppa'na : Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).
Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.
Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik. Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu. Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang melahirkan TELLUMPOCCOE atau dengan sebutan lain "LAMUMPATUE RI TIMURUNG" yang dimaksudkan sebagai upaya mempererat tali persaudaraan ketiga kerajaan untuk memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.
Ketiga, warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu. Banyak hikmah yang bisa dipetik dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas dengan prinsip sumange tealara orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya.
SUMANGE’ Kata Sumange dalam bahasa Bugis merupakan ungkapan yang menggambarkan di mana  terjadi interaksi antara jiwa dan raga pada situasi tertentu sehingga  menimbulkan efek perasaan senang, bahagia, dan bersemangat. Sering kita dengar ungkapan Bugis “ Kuru,  Sumange’mu  Ana’ “ hal ini mengandung makna seorang ibu atau ayah memberi ucapan selamat kepada anak yang baru saja menyelesaikan pekerjaan dengan baik.  Demikian pula apabila seorang anak yang mengalami sakit parah atau baru saja sembuh dari penyakitnya “ Kuru, Sunge’mu Ana’ Malampe Sunge’mu Ana’ “ hal ini merupakan ungkapan orang tua kepada anak yang sedang menderita sakit semoga cepat sembuh dan panjang.  Kata SUNGE’  dalam bahasa Bugis melambangkan Ruh atau Jiwa  sedangkan kata SUMANGE  dapat diartikan sebagai penyatuan antara jiwa dan raga.
TEALARA Tealara terdiri atas dua kata yakni Tea dan Lara’ . Dalam bahasa Bugis Tea artinya tak akan (Takkan) sedang lara’  bermakna terpisah, keluar dari kesatuan.  Jika kedua kata tersebut disatukan menjadi TEALARA artinya takkan terpisahkan sehingga bermakna kukuh dan kuat.
SUMANGE’   TEALARA’ SUMANGE merupakan pengintegrasian antara jiwa dan raga. Sedang kata TEALARA berarti tidak terpisah, tidak bercerai-berai, yang menggambarkan kebersamaan, kekukuhan dan keyakinan diri.  Karena itu, SUMANGE TEALARA merupakan pengintegrasian jiwaraga untuk mewujudkan keteguhan dan keyakinan diri yang berawal dari niat yang tergambar dalam prilaku dan perbuatan untuk  bersama-sama mengahadapi sebuah pekerjaan atau tantangan kehidupan.

Diantara sekian banyak petuah bugis Bone  yang sering kita dengar seperti, Siatting Lima, Sitonra Ola, Tessibelleang, Tessipano, Getteng, Lempu, Ada Tongeng, Tellabu Essoe Ritengnga Bitarae, Taro ada Taro Gau. Kesemuanya terangkum dalam SUMANGE TEALARA.  Penulis berpendapat bahwa dari sekian banyak petuah leluhur Bugis Bone yang ada perlu adanya satu bahasa YASSIBONEI ( Seluruh masyarakat Bone ) untuk dijadikan sebagai sebuah bahasa semangat sekaligus menjadi motto Kabupaten Bone.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Motto SUMANGE TEALARA :
  1. SUMANGE TEALARA berawal dari niat
  1. SUMANGE TEALARA memberikan kekuatan dan keyakinan diri
  1. SUMANGE TEALARA lahir dari kebersamaan
  1. SUMNAGE TEALARA adalah ruh kehidupan yang menjiwai segala tindak tanduk kita.
  1. SUMANGE TEALARA  dapat menciptakan jalan.
  1. SUMANGE TEALARA  dapat mengusir ketakutan
  1. SUMANGE TEALARA  dapat mengobati rasa lelah
  1. SUMANGE TEALARA dapat mematahkan kesulitan.
  1. SUMANGE TEALARA  dapat mengantarkan kita pada tujuan
  1. SUMANGE TEALARA dapat menunjukkan jati diri
  1. SUMANGE TEALARA  dapat menerangi kegelapan kita
  1. SUMANGE TEALARA dapat mengangkat  harkat dan martabat
Demikian sekelumit buah pikiran penulis semoga ada mamfaatnya dan SUMANGE  TEALARA dapat menggugah kita semua dalam upaya  mewujudkan masyarakat Bone yang sehat, cerdas, dan sejahtera. Terima Kasih
Oleh : MURSALIM Direktur Lembaga Seni Budaya Teluk Bone
SUMANGE TEALARA


Selasa, 12 April 2016

Sejarah Kabupaten Bone Sulawesi Selatan (Bumi Arung Palakka)


 
Bone dahulu disebut TANAH BONE. Berdasarkan LONTARAK bahwa nama asli Bone adalah PASIR, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah KESSI (pasir). Dari sinilah asal usul sehingga dinamakan BONE. Adapun bukit pasir yang dimaksud kawasan Bone sebenarnya adalah lokasi Bangunan Mesjid Raya sekarang ini letaknya persis di Jantung Kota Watampone Ibu Kota Kabupaten Bone tepatnya di Kelurahan Bukaka. Kabupaten Bone adalah Suatu Kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu sejak adanya ManurungngE Ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungngE Ri Matajang bergelar MATA SILOMPO’E sebagai Raja Bone Pertama memerintah pada Tahun 1330 – 1365. Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga berakhir Kepada ANDI PABBENTENG sebagai Raja Bone ke– 33 Diantara ke – 33 Orang Raja yang telah memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar MANGKAU, terdapat 7 (tujuh) orang Wanita. 

Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone dahulu terdiri dari :

• ARUNG PONE (Raja Bone) bergelar MANGKAU

• MAKKEDANGNGE TANAH ( Bertugas dalam bidang hubungan/urusan dengan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri)

• TOMARILALENG (Bertugas dalam Bidang urusan dalam daerah Kerajaan lain (Meteri dalam Negeri)

• ADE PITU (Hadat Tujuh)

Terdiri dari Tujuh orang, merupakan Pembantu Utama/Pemimpin Pemerintahan di Kerajaan Bone, masing-masing :

1. ARUNG UJUNG

Bertugas mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone.

2. ARUNG PONCENG

Bertugas mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintaha.

3. ARUNG T A’

Bertugas mengepalai Urusan Pendidikan, dan mengetuai Urusan perkara Sipil.

4. ARUNG TIBOJONG

Bertugas mengepalai Urusan perkara/Pengadilan Landschap/ badat besar dan mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik/ badat kecil.

5. ARUNG TANETE RIATTANG

Bertugas mengepalai memegang Kas Kerajaan, mengatur Pajak dan Pengawasan Keuangan.

6. ARUNG TANETE RIAWANG

Bertugas mengepalai Pekerjaan Negeri (Landschap Werken-LW) Pajak Jalan dan Pengawas Opzichter.

7. ARUNG MACEGE

Bertugas mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

•PONGGAWA (Panglima Perang )Bertugas dibidang Pertahanan Kerajaan Bone dengan membawahi 3 (tiga) perangkat masing-masing :

1. ANREGURU ANAKARUNG

Bertugas mengkoordinir para anak Bangsawan berjumlah 40 (Empat puluh) orang bertugas sebagai pasukan elit Kerajaan.

2. PANGULU JOA

Bertugas mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone yang disebut Passiuno artinya : pasukan siap tempur dimedan perang setiap saat; rela mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya Kerajaan Bone dari gangguan Kerajaan lain.

3. DULUNG (Panglima Daerah)

Bertugas mengkoordinir daerah Kerajaan bawahan, di Kerajaan Bone terdapat 2 (dua) Dulung (Panglima Daerah) yakni Dulungna Ajangale dari kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka dari Bone Selatan.

a.JENNANG (Pengawas)

Berfungi mengawasi para Petugas yang menangani bidang pengawasan baik dalam lingkungan istana, maupun dengan daerah/ kerajaan bawahan.

b.KADHI (Ulama) Perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal, dan lain-lain, bertugas sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam, Keberadaan Kadhi (Ulama) di Kerajaan Bone ini senantiasa bekerja sama demi kemaslahatan rakyat, bahkan Raja Bone(Mangkau) meminta Fatwa kepada Kadhi khususnya menyangkut hukum islam.

c.BISSU ( Waria) Bertugas merawat benda – benda Kerajaan. Disamping melaksanakan pengobatan tradisional, juga bertugas dalam kepercayaan kepada Dewata SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan Bissu di non aktifkan. Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905 Kerajaan Bone di kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas persetujuan Dewan Ade PituE Ri Bone nama LALENG BATA sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti namanya menjadi WATAMPONE sampai sekarang. Pada tanggal 2 Desember 1905 oleh Pemerintah Belanda di Jakarta menetapkan bahwa adapun pengertian TELLUMPOCCOE ( Tri Aliansi) di Sulawesi Selatan ialah : Bone, Wajo dan Soppeng. Disatukan dalam satu sistem pemerintahan yang dinamakan AFDELING. Dimana Afdeling Bone dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dengan nama Onder Afdeling masing-masing :

1. Onder Afdeling Bone Utara Ibu Kotanya Pompanua, Ibu kota Afdeling ini ditempati oleh Asisten Residen.

2. Onder Afdeling Bone Tengah Ibu Kotanya Watampone diperintah oleh Controler.

3. Onder Afdeling Bone Selatan Ibu kotanya Mare diperintah Oleh Aspiran Controler.

Pada tahun 1944 ketika tentara Jepang semakin terdesak oleh Sekutu,Jepang berusaha mengajak rakyat untuk membela Tanah Airnya. Jika di Pulau Jawa dan daerah lainnya terbentuk oleh suatu Wadah untuk menghimpun rakyat untuk mencapai Kemerdekaan, maka di Tana Bone dibentuk suatu Organisasi yang dikenal dengan nama SAUDARA kepanjangan dari SUMBER DARAH RAKYAT. SAUDARA ini dibentuk adalah merupakan persiapan Badan persetujuan yang sesungguhnya berjuang untuk mencegah kembali penjajahan Belanda di Indonesia. Kabupaten Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan, sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani

Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.

2. Ma’Mun Daeng Mattiro

Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.

3. H.Andi Mappanyukki

Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 21 1960.

4. Kol. H.Andi Suradi

Kepala Daerah tanggal 21 M e i l960 sampai dengan 01 Agustus 1966.

5. Andi Baso Amir

Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.

6. Kol. H. Suaib

Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.

7. Kol.H.P.B.Harahap

Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.

8. Kol.H.A.Made Alie

PGS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.

9. Kol.H.Andi Syamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.

10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.

11. Kol. H.Andi Amir

Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003

12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH

Bupati Terpilih 2003-2013



GAMBARAN UMUM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BONE

A.SEJARAH BERDIRINYA KABUPATEN BONE

Kerajaan Tana Bone dahulu terbentuk pada awal abad ke- IV atau pada tahun 1330, namun sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan pimpinannya digelar KALULA Dengan datangnya TO MANURUNG ( Manurungge Ri Matajang ) diberi gelar MATA SILOMPO-E. maka terjadilah penggabungan kelompok-kelompok tersebut termasuk Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka. Pada saat pengangkatan TO MANURUNG MATA SILOMPO- E menjadi Raja Bone, terjadilah kontrak pemerintahan berupa sumpah setia antara rakyat Bone dalam hal ini diwakili oleh penguasa Cina dengan 10 MANURUNG , sebagai tanda serta lambang kesetiaan kepada Rajanya sekaligus merupakan pencerminan corak pemerintahan Kerajaan Bone diawal berdirinya. Disamping penyerahan diri kepada Sang Raja juga terpatri pengharapan rakyat agar supaya menjadi kewajiban Raja untuk menciptakan keamanan, kemakmuran, serta terjaminnya penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat. Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat Bone

berbunyi sebagai berikut ;

“ ANGIKKO KURAUKKAJU RIYAAOMI’RI RIYAKKENG

KUTAPPALIRENG ELOMU ELO RIKKENG ADAMMUKKUWA MATTAMPAKO

KILAO.. MALIKO KISAWE. MILLAUKO KI ABBERE.

MUDONGIRIKENG TEMMATIPPANG. MUAMPPIRIKKENG

TEMMAKARE. MUSALIMURIKENG TEMMADINGING “

Terjemahan bebas ;

“ ENGKAU ANGIN DAN KAMI DAUN KAYU, KEMANA BERHEMBUS KESITU

KAMI MENURUT KEMAUAN DAN

KATA-KATAMU YANG JADI DAN BERLAKU ATAS KAMI, APABILA ENGKAU

MENGUNDANG KAMI MENYAMBUT

DAN APABILA ENGKAU MEMINTA KAMI MEMBERI, WALAUPUN ANAK

ISTRI KAMI JIKA TUANKU TIDAK SENANGI KAMIPUN TIDAK

MENYENANGINYA, TETAPI ENGKAU MENJAGA KAMI AGAR TENTRAM,

ENGKAU BERLAKU ADIL MELINDUNGI AGAR KAMI MAKMUR

DAN SEJAHTERA ENGKAU SELIMUTI KAMI AGAR TIDAK KEDINGINAN ‘

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat berdasarkan Lima unsur pokok masing-masing : Ade, Bicara, Rapang, Wari dan Sara

yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam pikiran masyarakat

yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi masing-masing. Kesemuanya

itu terkandung dalam satu konsep yang disebut “ SIRI “merupakan integral dari ke Lima unsur pokok tersebut diatas yakni pangadereng ( Norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya ;

SIPAKATAU artinya : Saling memanusiakan , menghormati / menghargai harkat dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan ALLAH tanpa membeda - bedakan, siapa saja orangnya harus patuh dan taat terhadap norma adat/hukum yang berlaku.

SIPAKALEBBI artinya : Saling memuliakan posisi dan fungsi masing-masing dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam masyarakat

SIPAKAINGE artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat, pendapat orang lain, manerima saran dan kritikan positif dan siapapun atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka system pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa Anang ) dalam satu majelis dimana MenurungE sebagai Ketuanya Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut KAWERANG, artinya Ikatan Persekutuan Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak ManurungE sebagai Raja Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu LAPPATAWE MATINROE RI BETTUNG pada akhir abad ke XVI.

Pada tahun 1605 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone ke X LATENRI TUPPU MATINROE RI SIDENRENG. Pada masa itu pula sebuatan Matoa Pitu diubah menjadi Ade Pitu ( Hadat Tujuh ), sekaligus sebutan MaTOA MENGALAMI PULA PERUBAHAN MENJADI Arung misalnya Matua Ujung disebut Arung Ujung dan seterusnya. Demikian perjalanan panjang Kerajaan Bone, maka pada bulan Mei 1950 untuk pertama kalinya selama Kerajaan Bone terbentuk dan berdiri diawal abad ke XIV atau tahun 1330 hingga memasuki masa kemerdekaan terjadi suatu demonstrasi rakyat dikota Watampone yaitu menuntut dibubarkannya Negara Indonesia Timur, serta dihapuskannya pemerintahan Kerajaan dan menyatakan berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia Beberapa hari kemudian para anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan berhenti.

Disusul pula beberapa tahun kemudian terjadi perubahan nama distrik/onder distrik menjadi KECAMATAN sebagaimana berlaku saat ini. Pada tanggal 6 April 1330 melalui rumusan hasil seminar yang diadakan pada tahun 1989 di Watampone dengan diperkuat Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Bone No.1 Tahun 1990 Seri C, maka ditetapkanlah tanggal 6 April 1330 sebagai HARI JADI KABUPATEN BONE dan diperingati setiap tahun .

B. LETAK GEOGRAFI DAN POTENSI WILAYAH

Daerah Kabupaten Bone merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, secara Geografis letaknya sangat strategis karena adalah pintu gerbang pantai timur Sulawesi Selatan yang merupakan pantai Barat Teluk Bone memiliki garis pantai yang cukup panjang membujur dari Utara ke Selatan menelusuri Teluk Bone tepatnya 174 Kilometer sebelah Timur Kota Makassar, luas wilayah Kabupaten Bone 4,556 KM Bujur Sangkar atau sekitar 7,3 persen dari luas Propinsi Sulawesi Selatan, didukung 27 Kecamatan, 335 Desa dan 39 Kelurahan, dengan jumlah penduduk 648,361 Jiwa.

Kabupaten Bone berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut ;

- Sebelah Utara Kabupaten Wajo

- Sebelah Selatan Kabupaten Sinjai

- Sebelah Barat Kabupaten Soppeng, Maros, Pangkep dan Barru

- Sebelah Timur adalah Teluk Bone yg menghubungkan Propinsi SulawesiTenggara

Untuk jelasnya 27 Kecamatan di Kabupaten Bone dicantumkan sebagai berikut ;

1. Kecamatan Tanete Riattang

2. Kecamatan Tanete Riattang Barat

3. Kecamatan Tanete Riattang Timur

4. Kecamatan Palakka

5. Kecamatan Awangpone

6. Kecamatan SibuluE

7. Kecamatan Barebbo

8. Kecamatan Ponre

9. Kecamatan Cina

10. Kecamatan Mare

11. Kecamatan Tonra

12. Kecamatan Salomekko

13. Kecamatan Patimpeng

14. Kecamatan Kajuara

15. Kecamatan Kahu

16. Kecamatan Bontocani

17. Kecamatan Libureng

18. Kecamatan Lappariaja

19. Kecamatan Bengo

20. Kecamatan Lamuru

21. Kecamatan Tellu LimpoE

22. Kecamatan Ulaweng

23. Kecamatan Amali

24. Kecamatan Ajangale

25. Kecamatan Dua BoccoE

26. Kecamatan Tellu SiattingE

27. Kecamatan Cenrana

C. TOPOGRAFI DAN PEMANFAATAN LAHAN

Kalau kita amati Kabupaten Bone termasuk daerah tiga demensi yaitu ; Pantai, Daratan dan Pegunungan, luas sawah sebagai lahan pertanian adalah 455.600 Ha, sehingga Kabupaten Bone ditetapkan sebagai daerah penyangga beras untuk Propinsi Sulawesi

Selatan yang biasa dikenal dengan istilah BOSOWA SIPILU singkatan dari Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu, begitu pula daerah pantainya sangat panjang membujur dari Utara ke Selatan yang menyusuri Teluk Bone dari 27 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, 9 diantaranya adalah masuk daerah pantai seperti Kecamatan Cenrana, Tellu SiantingE, Awangpone, Tanette Riattang Timur, SibuluE, Mare, Tonra, Salomekko dan Kajuara, dengan demikian sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Bone sebagaian besar adalah Petani dan Nelayan.

Pemanfaatan lahan ;

- Sawah : 455.600 Ha

- Kebun / Tegalan : 55.052 Ha

- Hutan : 162.995 Ha

- Tambak : 1.450 Ha

D. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN BONE DIERA OTODA

Otonomi daerah yang sebagaimana digariskan oleh Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 yang secara efektif diberlakukan pada 1 Januari 2001, memang akan menyita berbagai pemikiran bagi pemerintah ditingkat Kabupaten Karena dalam pelaksanaannya memerlukan transportasi para digmatik terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dari pemikiran ini pemerintah Kabupaten Bone berupaya merumuskan langkah-langkah yang strategis serta berbagai kebijakan untuk menjawab tuntutan yang sifatnya mendesak seperti peningkatan Sumber Daya Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Potensi Bone merupakan salah satu daerah yang berada dipesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki peranan yang penting dalam perdagangan Barang dan jasa dikawasan Timur Indonesia, apalagi Kabupaten yang berpenduduk 648.361 Jiwa memiliki Sumber Daya Alam disektor pertambangan misalnya bahan industry atau bangunan, emas, tembaga, perak, batubara dan pasir kuarsa. Seluruhnya dapat dieksplorasi dan eksploitasi, namun hal ini akan menjadi peluang emas bagi masyarakat Bone dalam peningkatan Kesejahteraan dimasa yang akan dating dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sedikitnya hal ini akan menjadi penunjang utama peningkatan pembangunan.



Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone hingga Sekarang PDF Cetak E-mail
Tulis - Sejarah
Ditulis Oleh gita

Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone dahulu terdiri dari :

• ARUNG PONE (Raja Bone) bergelar MANGKAU

• MAKKEDANGNGE TANAH ( Bertugas dalam bidang hubungan/urusan dengan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri)

• TOMARILALENG (Bertugas dalam Bidang urusan dalam daerah Kerajaan lain (Meteri dalam Negeri)

• ADE PITU (Hadat Tujuh)

Terdiri dari Tujuh orang, merupakan Pembantu Utama/Pemimpin Pemerintahan di Kerajaan Bone, masing-masing :

1. ARUNG UJUNG

Bertugas mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone.

2. ARUNG PONCENG

Bertugas mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintaha.

3. ARUNG T A’

Bertugas mengepalai Urusan Pendidikan, dan mengetuai Urusan perkara Sipil.

4. ARUNG TIBOJONG

Bertugas mengepalai Urusan perkara/Pengadilan Landschap/ badat besar dan mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik/ badat kecil.

5. ARUNG TANETE RIATTANG

Bertugas mengepalai memegang Kas Kerajaan, mengatur Pajak dan Pengawasan Keuangan.

6. ARUNG TANETE RIAWANG

Bertugas mengepalai Pekerjaan Negeri (Landschap Werken-LW) Pajak Jalan dan Pengawas Opzichter.

7. ARUNG MACEGE

Bertugas mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

•PONGGAWA (Panglima Perang )Bertugas dibidang Pertahanan Kerajaan Bone dengan membawahi 3 (tiga) perangkat masing-masing :

1. ANREGURU ANAKARUNG

Bertugas mengkoordinir para anak Bangsawan berjumlah 40 (Empat puluh) orang bertugas sebagai pasukan elit Kerajaan.

2. PANGULU JOA

Bertugas mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone yang disebut Passiuno artinya : pasukan siap tempur dimedan perang setiap saat; rela mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya Kerajaan Bone dari gangguan Kerajaan lain.

3. DULUNG (Panglima Daerah)

Bertugas mengkoordinir daerah Kerajaan bawahan, di Kerajaan Bone terdapat 2 (dua) Dulung (Panglima Daerah) yakni Dulungna Ajangale dari kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka dari Bone Selatan.

•JENNANG (Pengawas)

Berfungi mengawasi para Petugas yang menangani bidang pengawasan baik dalam lingkungan istana, maupun dengan daerah/ kerajaan bawahan.

•KADHI (Ulama) Perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal, dan lain-lain, bertugas sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam, Keberadaan Kadhi (Ulama) di Kerajaan Bone ini senantiasa bekerja sama demi kemaslahatan rakyat, bahkan Raja Bone(Mangkau) meminta Fatwa kepada Kadhi khususnya menyangkut hukum islam.

•BISSU ( Waria) Bertugas merawat benda – benda Kerajaan. Disamping melaksanakan pengobatan tradisional, juga bertugas dalam kepercayaan kepada Dewata SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan Bissu di non aktifkan. Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905 Kerajaan Bone di kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas persetujuan Dewan Ade PituE Ri Bone nama LALENG BATA sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti namanya menjadi WATAMPONE sampai sekarang. Pada tanggal 2 Desember 1905 oleh Pemerintah Belanda di Jakarta menetapkan bahwa adapun pengertian TELLUMPOCCOE ( Tri Aliansi) di Sulawesi Selatan ialah : Bone, Wajo dan Soppeng. Disatukan dalam satu sistem pemerintahan yang dinamakan AFDELING. Dimana Afdeling Bone dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dengan nama Onder Afdeling masing-masing :

1. Onder Afdeling Bone Utara Ibu Kotanya Pompanua, Ibu kota Afdeling ini ditempati oleh Asisten Residen.

2. Onder Afdeling Bone Tengah Ibu Kotanya Watampone diperintah oleh Controler.

3. Onder Afdeling Bone Selatan Ibu kotanya Mare diperintah Oleh Aspiran Controler.

Pada tahun 1944 ketika tentara Jepang semakin terdesak oleh Sekutu,Jepang berusaha mengajak rakyat untuk membela Tanah Airnya. Jika di Pulau Jawa dan daerah lainnya terbentuk oleh suatu Wadah untuk menghimpun rakyat untuk mencapai Kemerdekaan, maka di Tana Bone dibentuk suatu Organisasi yang dikenal dengan nama SAUDARA kepanjangan dari SUMBER DARAH RAKYAT. SAUDARA ini dibentuk adalah merupakan persiapan Badan persetujuan yang sesungguhnya berjuang untuk mencegah kembali penjajahan Belanda di Indonesia. Kabupaten Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan, sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani

Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.

2. Ma’Mun Daeng Mattiro

Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.

3. H.Andi Mappanyukki

Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 21 1960.

4. Kol. H.Andi Suradi

Kepala Daerah tanggal 21 M e i l960 sampai dengan 01 Agustus 1966.

5. Andi Baso Amir

Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.

6. Kol. H. Suaib

Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.

7. Kol.H.P.B.Harahap

Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.

8. Kol.H.A.Made Alie

PGS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.

9. Kol.H.Andi Syamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.

10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.

11. Kol. H.Andi Amir

Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003

12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH (2003-sekarang)
(Sumber: telukbone.org)

Sejarah Arung Palakka


Adalah Raja Bone ke-15 lahir pada 15 September 1634. Nama lengkapnya adalah Arung Palakka La Tenri Tatta Petta Malampee Gemme’na. Dalam sejarah Sulawesi Selatan di abad ke-17, khususnya dalam perang Makassar nama Latenri Tatta Arung Palakka tidak dapat dipisahkan. Menurut Mr. Strotenbekker, seorang sejarawan Belanda dalam bukunya tertulis silsilah yang menyatakan, bahwa Datu Soppeng ri Lau yang bernama Lamakkarodda Mabbelluwa’E kawin dengan We Tenri Pakku Putri raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung.

Dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama We Suji Lebba’E ri Mario. We Suji Lebba’E kawin dengan Raja Bone ke-11 Latenri Rua Sultan Adam matinroE ri Bantaeng, Raja Bone yang pertama kali memeluk agama Islam.

Dari perkawinan itu lahir seorang putranya yang bernama We Tenri Sui’ Datu Mario ri Wawo. We Tenri Sui’ kawin dengan seorang bangsawan Soppeng yang bernama Pattobune. Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga. Dari perkawinan itu lahir :

1.Da Unggu (putri)

2.Latenri Tatta Arung Palakka (putra)

3.Latenri Girang (putra)

4.We Kacumpurang Da Ompo (putri)

5.Da Emba (putri), dan

6.Da Umpi Mappolobombang (putri)

Jadi Latenri Tatta Arung Palakka adalah bangsawan Bone dan Soppeng, cucu dari Raja Bone ke-11 La Tenriruwa La Pottobune bertempat di Lamatta di daerah Mario ri Wawo dalam wilayah kerajaan Soppeng. Dari enam orang anak La Pottobune Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga dengan isterinya We Tenri Sui Datu Mario ri Ase, ada dua orang diantaranya yang menjadi pelaku sejarah Bone di abad ke-17 yaitu :

1.La Tenri Tatta Daeng Serang yang memimpin peperangan melawan kekuasaan Gowa, dan

2.We Mappolobombang yang melahirkan Lapatau matanna Tikka Raja Bone ke-16

Oleh karena itu La Tenri Tatta Arung Palakka tidak mempunyai anak, sekalipun istrinya (I Mangkau Daeng Talele) sangat mengharapkannya, maka ia mengangkat keponakannya yang bernama La Patau menjadi raja Bone ke-16 dengan gelar Sultan Alamuddin Petta MatinroE ri Nagauleng.

Arung Palakka, diantara bangsawan-bangsawan Bone dan Soppeng yang diasingkan dari negerinya, setelah Baginda La Tenri Aji kalah dalam pertempuran di Pasempe pada tahun 1646, terdapat Arung Tana Tengnga La Pottobune dan ayahnya, yaitu Arung Tana Tengnga Tua

Wilayah kepangeranan Tana Tengnga terletak di tepi sungai WalenneE berdekatan dengan Lompulle dan bernaung di bawah daulat Kerajaan Soppeng. Dalam pengasingan itu La Pottobune membawa serta istrinya, We Tenri Sui Datu Mario ri Wawo dan putranya La Tenri Tatta yang baru berusia sebelas tahun. Ada lagi empat anak perempuannya, akan tetapi mereka itu ditinggalkan dan dititipkan pada sanak keluarganya di Soppeng, karena takut jika mereka akan mendapat cedera dalam pengasingannya. Mereka itu ialah :

1.We Mappolobombang, yang kemudian menjadi Maddanreng Palakka dan menikah dengan Arungpugi atau Arung Timurung La PakkokoE Towangkone, putra Raja Bone La Maddaremmeng;

2.We Tenrigirang, yang kemudian bergelar Datu Marimari dan kawin dengan Addatuang To dani, Raja dari lima Ajangtappareng (Sidenreng Rappang, Alitta, Sawitto, dan Suppa);

3.Da Eba, yang kemudian menikah dengan Datu Tanete Sultan Ismail La Mappajanci;

4. Da Ompo

Adapun We Tenri Sui adalah anak Sultan Adam La Tenri Ruwa, Raja Bone ke-11 yang wafat dalam pengasingan di Bantaeng, karena ia lebih memilih memeluk agama Islam dari pada tahta Kerajaan Bone.

Dat We Tenri Sui memberikan pula gelaran Datu Mario ri wawo kepada La Tenri Tatta. Dengan gelaran itulah pangerang ini terkenal sehingga ia diakui oleh Aruppitu dan rakyat Bone sebagai Arung Palakka. Suatu kedudukan dan gelaran yang menurut adat telah diberikan kepada pangerang yang terdekat dari tahta Kerajaan Bone. Pengakuan yang menjadikannya orang pertama diantara semua bangsawan bone itu, diperolehnya dalam tahun 1660, menjelang perang kemerdekaan melawan Gowa, di mana ia memegang peranan terpenting di samping To Bala.

Situasi Tahun 1646

Apabila dikembalikan ke situasi 1646, maka sekilas dapat digambarkan sebagai berikut. Tawanan-tawanan perang orang Bone dan Soppeng kebanyakan diangkut ke Gowa, di mana mereka dibagi-bagi ke antara bangsawan-bangsawan Gowa. Arung Tana tengnga dan keluarganya jatuh ke tangan Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Ia adalah seorang yang terkenal budiman dan berpengetahuan luas. Para tawanannya diperlakukan dengan remah-remah. La Tenritatta dijadikannya Pembawa Puan. Karena tugas itu, maka Pangeran selalu ada di dekat beliau, sehingga tidak sedikit ia mendapat didikan dan ilmu pengetahuan dari ucapan-ucapan serta sikap sehari-hari dari pengendali kemaharajaan Gowa yang termasyhur sangat pandai dan bijaksana itu. Ia juga disegani oleh setiap kawan dan lawannya.

Di kalangan para pemuda bangsawan Gowa, La Tenritatta terkenal dengan nama Daeng Serang. Dengan mereka itu ia berlatih main tombak, kelewang, pencak silat, raga,dan berbagai permainan olah raga lainnya. Dalam pertandingan-pertandingan tidak jarang Daeng Serang menjadi juara. Konon dalam permainan raga tigak ada tandingannya di masa itu.

Menurut berita, roman muka dan fisiknya sangatlah menarik dan mengesankan ; dahinya tinggi, hidungnya mancung, matanya tajam menawan, dagunya tajam alamat berkemauan keras. Tubuhnya semampai, berisi, dan kekar.

Rupanya Karaeng Pattingalloang sayang dan bangga akan pramubaktinya yang bangsawan, gagah dan cerdas itu. Karaeng Serang dibiarkannya bergaul dengan pemuda-pemuda lainnya bagaikan kawan sederajat dengan pemuda-pemuda bangsawan Gowa. Bahkan diperkenalkannya kepada Sultan. Datu Mario alias Daeng Serang telah menjadi buah tutur di antara bangsawan-bangsawan muda dan rakyat ibukota Kerajaan Gowa.

Sayang bagi keluarga Arung Tana Tengnga, Karaeng Pattingalloang lekas wafat yaitu pada tanggal 15 September 1654. Merekapun berganti tuan, yaitu berpindah ke tangan Karaeng Karungrung, yang menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Dia ini terkenal sebagai seorang yang sangat keras tabitnya, tidak seperti ayahnya yang halus budi bahasanya dan baik hati sesamanya manusia.

Pada waktu itu Datu Mario telah menjelang 20 tahun usianya. Ia telah dewasa. Akibat perlakuan tuan barunya yang jauh berbeda dengan ayahnya yang telah meninggal, disadarinya dengan pahit akan kedudukannya sekeluarga sebagai tawanan perang yang pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan kedudukan budak. Mereka tidak bebas kemana-mana, harus melakukan segala kehendak tuannya, makan minumnya tergantung daripadanya, nasibnya terserah sepenuhnya kepada balas kasihan atau kesewenang-wenangan tuannya itu.

Mengenai tawanan-tawanan lain, diantaranya terdapat beberapa orang dari Soppeng seperti Arung Bila Daeng Mabela, Arung Belo To Sade, dan Arung Appanang. Nasib beliau itu tidaklah lebih baik dari Datu Mario. Sejak semula mereka menginjakkan kaki di bumi Gowa, mereka mengalami perlakuan-perlakuan yang pahit. Tidaklah heran kalau mereka itu setiap saat memanjatkan doa, agar tanah air mereka segera merdeka kembali dan mereka dapat pulang kembali ke Bone bersatu dengan sanak keluarganya.

Dalam pada itu rakyat Bone sendiri merintih, tertindih di bawah berbagi macam beban yang ditimpakan oleh Kerajaan Gowa di atas kepala mereka. Jennang To Bala tidaklah sanggup membela mereka itu. Oleh karena itu di sinipun rakyat sedang mengimpikan turunnya seorang malaikat kemerdekaan yang akan segera melepaskan mereka dari penderitaan perbudakan tahun 1660.

Pada pertengahan tahun itu Jennang To Bala mendapat perintah dari Karaeng Karungrung, supaya secepat mungkin mengumpulkan sepuluh ribu orang laki-laki untuk dibawa segera ke Gowa menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan, di sepanjang pantai di sekitar ibukota Somba Opu. To Bala sendiri diharuskan mengantar mereka itu ke Gowa.

Pada akhir bulan Juli tibalah Arung Tanete To Bala dengan sepuluh ribu orang Bone di Gowa. Orang sebanyak itu diambilnya dari berbagai golongan, lapisan, dan umur. Ada petani, nelayan, pandai kayu, ada orang kebanyakan, budak, bahkan bangsawan, dan ada yang nampaknya masih kanak-kanak akan tetapi tidak kurang pula yang sudah putih seluruh rambutnya serta sudah ompong. To Bala tidaklah sempat lagi memilih hanya orang-orang yang kuat saja, atau mereka yang sedang menganggur saja, atau pun hanya orang kebanyakan dan hamba sahaya.

Mereka membawa bekal, pacul atau linggis sendiri. Banyak di antara mereka itu yang sakit ketika tiba di Gowa, terutama yang masih kanak-kanak atau yang sudah terlalu tua. Mereka tidak tahan melakukan perjalanan ratusan kilometer jauhnya, naik gunung, turun gunung, masuk hutan, keluar hutan. Banyak yang berangkat dengan bekal yang tidak cukup karena tidak ada waktu untuk mempersiapkannya. Mereka diambil paksa dari tempat pekerjaannya dan dari anak istri atau orang tuanya.

Datu Mario dan tawanan-tawanan perang Bone lainnya yang kesemuanya orang-orang bangsawan mengetahui akan hal itu. Banyak di antara mereka yang datang untuk menengok orang-orang senegerinya itu ketika mereka baru tiba. Malahan Datu Mario sering mengawal Karaeng Karungrung, apabial mereka pergi memeriksa kemajuan pekerjaan menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan itu.

Iba hati pangerang itu melihat penderitaan orang-orang senegerinya. Mereka bekerja dari pagi sampai petang, hanya berhenti sedikit untuk makan tengah hari dari bekal mereka yang terdiri dari nasi jagung dan serbuk ikan kering yang lebih banyak garam dari pada ikannya. Sungguh sangat menyedihkan mereka itu. Apalagi waktu itu musim kemarau, panas terik bukan kepalang di tepi pantai. Celakalah barang siapa yang dianggap malas. Mereka didera dengan cambuk oleh mandor-mandor yang tidak mengenal perikemanusiaan. Orang-orang yang dikhawatirkan akan membangkang, kakinya dibelenggu (risakkala).

Karena pekerjaan yang telampau berat itu, sedang makanan amat kurang, lagi pula obat-obatan tidak ada, banyaklah di antara pekerja-pekerja itu yang jatuh sakit. Kebanyakan yang sakit tidak sembuh lagi. Mereka mati jauh dari anak istri dan ibu bapak mereka.

Tidaklah mengherankan, kalau di antara para pekerja yang malang itu ada yang berusaha melarikan diri. Maka celakalah apabila ia tertangkap kembali. Ia didera setengah mati, lalu disuruh bekerja dengan kaki terbelenggu (risakkala) untuk waktu yang lama. Akan tetapi tidak tahan dengan penderitaan, maka banyaklah pekerja yang melarikan diri. Mangkubumi Karaeng Karungrung amat murka akan hal itu. Beliau berkehendak, supaya parit-parit pertahanan di sekitar Somba Opu, Jumpandang dan Panakkukang serta kubu-kubu pertahanan sepanjang pantai selesai November. Untuk mengganti pelarian-pelarian yang tidak tertangkap kembali, maka diperintahkannya semua tahanan perang pria yang ada di ibukota ikut serta pada pekerjaan itu.

Datu Mario dan bangsawan-bangsawan lain, baik yang dari Bone maupun yang dari Soppeng turut menggali dan mengangkat tanah pada setiap harinya. Ayah Datu Mario, karena sudah terlalu tua dan sering sakit-sakitan dibebaskan dari pekerjaan fisik yang amat berat itu. Pada suatu hari diawal bulan September 1660 itu, Datu Mario pulang dari menggali parit, didapati ayahnya meninggal. Beliau dikatakan telah dibunuh pada pagi hari itu dengan sangat kejam, karena ia mengamuk di hadapan Sri Sultan, disebabkan karena bermata gelap, melihat beberapa orang Bone yang disiksa sampai mati. Mereka itu adalah pelarian dari tempat penggalian parit-parit, ditangkap kembali oleh orang Gowa.

Arung Tana Tengnga Tua, Nenek Datu Mario, beberapa tahun sebelumnya telah pula meninggal dengan cara yang serupa. Menurut berita, beliaupun mengamuk di depan para pembesar Kerajaan Gowa. Beliau ditangkap lalu dibunuh dengan cara yang amat kejam pula. Datu Mario bersumpah akan menuntut balas terhadap kematian ayah dan neneknya serta sekian banyak orang Bone lainnya. Maka direncanakannya suatu pemberontakan secara besar-besaran untuk melepaskan Bone dari penjajahan dan perbudakan Gowa.

Pada suatu hari dalam pertengahan bulan September itu sementara Sultan Hasanuddin bersama dengan segala pembesar kerajaannya berpesta besar di Tallo, Datu Mario menggerakkan semua pekerja parit orang Bone yang hampir sepuluh ribu orang jumlahnya itu bersama dengan semua tawanan perang dari Bone dan Soppeng melarikan diri dari Gowa. Pelarian itu berhasil dengan gemilang di bawah pimpinan Datu Mario. Pada hari yang keempat petang mereka tiba di Lamuru, Datu Mario segera mengirimkan kurir kilat kepada Jennang To Bala dan Datu Soppeng untuk melaporkan peristiwa besar itu dan mengajaknya bertemu di Attappang dekat Mampu.

Beberapa hari kemudian bertemulah Datu Soppeng La Tenri Bali, Arung Tanete To Bala. Dan Datu Mario Latenri Tatta di Attappang. Pada pihak Datu Soppeng ikut hadir ayahnya Lamaddussila Arung mampu dan Arung Bila. Pada pihak To Bala hadir Arung Tibojong, Arung Ujung, dan sejumlah besar bangsawan Bone. Bersama Datu Mario hadir pula Daeng Mabela, Arung Belo dan Arung Appanang. Atas desakan Datu Mario dan kawan-kawannya, Datu Soppeng segera menyetujui tawaran To Bala untuk mempersatukan Bone dan Soppeng melawan Gowa. Perundingan berlangsung di suatu tempat yang netral yaitu di atas rakit sungai Attapang. Oleh sebab itu persetujuan Bone-Soppeng itu (1660) dinamai “ Pincara LopiE ri Attappang (rakit perahu di Attappang)

Setelah itu pulanglah mereka masing-masing ke negerinya. Datu Mario kembali ke Lamuru menemui laskar-laskarnya, bekas penggali-penggali parit di Gowa yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang. Semuanya ingin memikul tombak di bawah Datu Mario untuk menyambut orang Gowa. Akan tetapi oleh Datu Mario diperintahkan yang sudah ubanan sama sekali dan yang belum dewasa harus tinggal di kampung untuk membela wanita-wanita, orang tua-tua, dan anak-anak. Para pengikut lainnya paling lambat setelah sepekan (lima hari) sudah berkumpul kembali di Mario. Menurut perhitungan Datu Mario, paling cepat sepekan lagi barulah laskar Gowa dapat berada di Lamuru. Ibu dan istrinya I Mangkawani Daeng Talele telah dibawanya ke Desa Lamatta, tempat kediaman mereka 14 tahun yang lalu sebelum diasingkan ke Gowa.

Alangkah bahagia perasaan ibunya berada kembali di negeri leluhurnya, di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Sayang sekali, Datu yang telah tua itu tidak lama menikmati kebahagiaan itu di dunia. Oleh Yang Maha Esa, beliau hanya diizinkan menghirup udara Lamatta sepekan lamanya. Penderitaan selama dalam pengasingan, terlebih-lebih dalam bulan yang terakhir setelah meninggal suaminya, ditambah keletihan dalam pelarian dari Bontoala ke Lamuru selama empat hari empat malam sempat juga ia menikmati berita bahagia, bahwa Aruppitu, para bangsawan dan rakyat Bone telah mengakui putranya Datu Mario sebagai Arung Palakka. Di mana ia sebagai ahli waris neneknya yakni Sultan Adam La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Datu Mario yang kini mulai terkenal sebagai Arung Palakka, tidaklah dapat duduk-duduk bersantai atas kematian ibunya itu, karena telah diterimanya kabar, bahwa laskar Gowa yang berjumlah besar telah mendaki ke Camba untuk menuju Bone. Dalam dua hari kepala laskar itu sudah dapat berada di Lamuru. Dengan segera dikirimnya kurir ke Soppeng dan Bone dengan membawa berita dan meminta, supaya sebagian laskar di kirim ke Lamuru untuk menyambut laskar Gowa di tempat itu. Pada hari yang ketiga barulah laskar Gowa tiba di Lamuru. Petang harinya tiba pula laskar Soppeng hampir bersamaan dengan laskar Bone. Bersatulah mereka untuk menghadapi laskar Gowa. Kedua belah pihak sama kuat. Menurut cerita masing-masing berkekuatan kurang lebih 11.000 orang.

Raja Gowa berusaha memisahkan orang Soppeng dari orang Bone. Baginda mengirim utusan kepada Datu Soppeng dengan pesan, bahwa antara Gowa dan Soppeng tidak ada perselisihan. Janganlah hendaknya orang Soppeng mau diseret oleh orang Bone untuk masuk ke liang lahat. Peperangan ini tidak berarti mengubur diri sendiri bagi orang Bone. Akan tetapi Datu Soppeng dan Arung Bila, ayah Daeng Mabela menjawab, bahwa Soppeng telah bertekad akan sehidup semati dengan saudaranya Bone berdasarkan perjanjian tiga negara (TellumpoccoE) di Timurung. Ketika utusan menyampaikan jawaban datu Soppeng itu kepada Raja Gowa, baginda berkata: “ Baiklah jika demikian, Soppeng rasakan serangan Gowa!”.

Diperintahkannya menyerang Soppeng dan Bone bersama-sama. Kedua belah pihak bertempur dengan tanpa mengenal maut. Datu mario yang kini telah pula bergelar Arung Palakka memimpin laskar yang terdiri dari orang-orang Mario, orang-orang Palakka, dan mereka yang pernah menjadi penggali parit di Gowa. Pada petang harinya sebuah panji orang Soppeng dapat direbut oleh musuh. Pasukan Arung Bila telah tewas sebanyak empat puluh orang. Untunglah malam tiba. Kedua belah pihak mundur ke markas masing-masing. Keesokan harinya orang Bone dan Soppeng mulai menyerang laskar Gowa terdesak mundur, terkepung oleh lawan-lawannya.

Tiba-tiba Orang Soppeng mendapat berita, bahwa laskar Wajo, sekutu Gowa telah melintasi perbatasan Soppeng – Wajo. Negeri-negeri yang mereka lalui habis dibakar. Datu Soppeng memerintahkan laskarnya berbalik meninggalkan medan pertempuran lamuru untuk kembali menghadapi laskar wajo. Akan tetapi laskarnya telah letih, sedangkan laskar wajo masih segar dan jumlahnya pun lebih besar. Setelah bertempur berhari-hari laskar Soppeng menyerah. Arung Bila Tua ayah Daeng Mabela lari menyingkir ke pegunungan Letta. Putrinya We Dimang menyingkir ke arah timur dikawal oleh adiknya, yakni Daeng Mabela. Ibunya dengan dikawal oleh Arung Appanang menyingkir ke Mampu.

Laskar Bone setelah ditinggalkan oleh laskar Soppeng, mundur teratur masuk ke daerah Bone Utara. Dikejar dari belakang oleh laskar Gowa. Mampu, Timurung, dan Sailong menjadilah medan perang. Sial bagi orang Bone laskar wajo yang telah selesai tugasnya di Soppeng karena laskar Soppeng telah menyerah, kini bersatu dengan laskar Gowa.

Namun orang Bone tidaklah putus asa. To Bala dan Arung Palakka selalu berada di garis depan. Seolah-olah mereka sengaja mencari maut. Sikap kedua orang panglimanya membakar semangat orang-orang Bone sehingga mereka berkelahi pula dengan tidak mengindahkan maut.
Pertempuran ini tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang akhirnya keduanya berdamai. Dalam proses perang dan damai antara kedua kerajaan besar di Sulawesi Selatan ini, yaitu antara Gowa dan Bone. Maka akhirnya Datu Mario Arung palakka La Tenri Tatta Petta Malampe’E Gemme’na pada tanggal 6 April 1698 di dalam istananya di Bontoala dengan amanatnya sebelum wafat, supaya Baginda di makamkan di Bukit Bontobiraeng dalam wilayah kerajaan Gowa. Juga permaisuri baginda yang teamat dicintainnya I Mangkawani Daeng Talele dan telah ikut bersama Baginda mengalami suka duka perjuangannya, turut pula dimakamkan di tempat itu sesuai dengan amanat baginda Arung Palakka sendiri. (Sumber : Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan samapai tahun 1905).
(Teluk Bone)

Sumber : https://www.facebook.com/notes/kab-bone-bumi-arung-palakka/sejarah-arung-palakka/46108161099/

Senin, 11 April 2016

SEJARAH KABUPATEN BONE






Kecamatan di Kab. Bone

  • Bontocani
  • Kahu
  • Kajuara
  • Salomekko
  • Tonra
  • Patimpeng
  • Libureng
  • Mare
  • Sibulue
  • Cina
  • Barebbo
  • Ponre
  • Lappariaja
  • Lamuru
  • Tellu Limpoe
  • Bengo
  • Ulaweng
  • Palakka
  • Awangpone
  • Tellu Siattinge
  • Amali
  • Ajangale
  • Dua Boccoe
  • Cenrana
  • Tanete Riattang Barat
  • Tanete Riattang
  • Tanete Riaattang Timur
    Sejarah kabupaten bone


    Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A. Sultan Kasim,2002). Kebesaran kerajaan Bone tersebut dapat memberi pelajaran dan hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global.
    Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan kearah yang lebih baik.

    Ketiga hal yang dimaksud adalah :
    1. Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan. Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 yang pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yang dikemukakan oleh Wiwiek P . Yoesoep (1982) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:
    • Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
    • Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
    • Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
    • Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).

    Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.

    2. Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik. Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu. Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang melahirkan TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain “LaMumpatue Ri Timurung” yang dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.
    3. Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.


    Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya. Demikian halnya (kabupaten Bone) potensi yang besar yang dimiliki, yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata dan potensi lainnya.

    Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.

    Obyek sejarah di Kabupaten bone
  • Museum Lapawawoi, Museum ini berada di kecamatan Tanete Riattang, dengan jumlah tenaga kerja 2 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 126 wisatawan nusantara dan 4 wisatawan mancanegara.
  • Bola Soba, Bola Soba berada di kecamatan Tanete Riattang, dengan jumlah tenaga kerja 3 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 203 wisatawan nusantara dan 5 wisatawan mancanegara.
  • Bukit Manurunge, Bukit ini berada di kecamatan Tanete Riattang, ri Matajang dengan jumlah tenaga kerja 1 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 41 wisatawan nusantara.        
  • Tanah Bangkalae, Tanah Bangkalae berada di kecamatan Tanete Riattang, dengan jumlah tenaga kerja 1 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 52 wisatawan nusantara dan 2 wisatawan mancanegara.
  • Kompleks Makam, Makam ini berada di kecamatan Tanete Riattang Kalokkoe dengan jumlah tenaga kerja 1 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 24 wisatawan nusantara.    
  • Tempat Manurunge, Tempat ini berada di kecamatan Tanete Riattang ri Toro Timur.    
  • Bubung Tello, Bubung/sumur ini berada di kecamatan Tanete Riattang.
  • Mesjid Tua, Mesjid ini berada di kecamatan Tanete Riattang. 
  • Komp. Makam Mesjid, Makam ini berada di kecamatan Tanete Riattang. Tua Lalebata    
  • Makam Laummasa, Makam ini berada di kecamatan Tanete Riattang Panre Bessi     
  • Kuburan Petta Bettae,   Kuburan ini berada di kecamatan Tanete Riattang Barat, dengan jumlah tenaga kerja 1 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret 2007 telah dikunjungi oleh 11 wisatawan nusantara.
  • Sungai Jeppe’e, Sungai ini berada di kecamatan Tanete Riattang Barat.
  • Bubung Paranie, Bubung/sumur ini berada di desa Lemo Ape kecamatan Palakka.
  • Komp. Makam, Makam ini berada di desa Matuju kecamatan Ponggawae Awangpone    
  • Bubung Assingireng, Bubung/sumur ini berada di desa Unra kecamatan Awangpone.
  • Makam Petta Makkarame, Makam berada di desa Manera kecamatan Salomekko.
  • Makam Laparu, Makam ini berada di desa Nagauleng kecamatan Matannatikka  Cenrana, Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 452 wisatawan nusantara.
  • Makam Laoleo Boto’e, Makam ini berada di desa Itterung kecamatan Tellu Siattinge. 
    Tugu Malamung patu, Tugu ini berada di desaTelle kecamatan Ajangale 
  • Makam Raja-Raja, Makam ini berada di desa lalebata kecamata Watang Lamuru dengan jumlah tenaga kerja 1 orang. Pada tahun 2007 Januari-Maret telah dikunjungi oleh 257 wisatawan nusantara dan 4 wisatawan mancanegara.
  • Makam Datu Salomekko, Musium ini berada di desa Balange kecamatan Salo Mekko Obyek Wisata Alam     

    Keragaman Pesona Wisata di Kabupaten Bone 

    Keragaman obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Bone, merupakan aset terbesar yang selalu menjadi daya tarik khusus buat wisatawan domestik mau pun mancanegara, untuk bertandang ke Bone.

    Sejarah mencatat bahwa Kabupaten Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17. Bukti sejarah tersebut dapat dilihat dari berdirinya tugu perkasa dari Arung Palakka di tengah-tengah Kota Watampone.

    Kebesaran dan kejayaan kerajaan Bone di masa lalu, kini dibarengi dengan keragaman dan keindahan pesona wisatanya yang ada di masa sekarang. Baik itu keragaman wisata sejarahnya, wisata budaya, mau pun wisata alamnya. Yang memberikan dan menawarkan pesona daya tarik khusus pada obyek.

    Bertandang ke Kabupaten Bone tidak akan membuat Anda bosan. Karena ragam sajian obyek-obyek wisata yang cukup menarik, membuat Anda dapat menikmati waktu libur atau refresing bareng keluarga. Seperti halnya ada wisata Budaya, yang menyuguhkanRumah Adat Bugis (Bola Somba) di Watampone,  Museum Saoraja Lapawawoi Kr. Sigeri di Watampone, Makam Raja-Raja Bone di Bukaka Watampone, dan Makam Raja-raja di Lalebata Lamuru.

    Ada juga wisata Alam nan Bersejarah, seperti wisata Goa Mampu di Desa Cabbeng Kecamatan Dua BoccoE,  Goa Janci di Desa Mallari Kecamatan Awangpone dan Tempat Peraduan Arung Palakka dalam Goa di Kecamatan Awangpone.

    Tidak lupa juga ada wisata Alam, yang siap menanti kedatangan Anda, dengan menyuguhkan obyek wisata Tanjung Pallette di Kecamatan Tanete Riattang Timur Desa Gareccing di Kecamatan Tonra, Pantai Cappa Ujung di Kecamatan SibuluE , Permandian Bonto Jai di Kecamatan Bontocani, Permandian AlingE di Kecamatan Ulaweng, Permandian Lanca di Kecamatan TellusiattingE, Air Panas Saweng di Kecamatan Ponre, Bendungan Salomekko di Kecamatan Salomekko dan Taretta, di Kecamatan Amali. Semua obyek wisata yang terurai di atas menjadi satu aset kekayaan yang sangat bernilai dalam kemajuan pariwisata di Kabupaten
    Bone.

    Beberapa Obyek wisata Unggulan di Kabupaten Bone

    Bola Soba
    Jika ingin mengenal Kabupaten Bone lebih dalam, tak ada salahnya juga Anda mengenal wisata Bola Soba. Obyek wisata ini menyerupai rumah bersejarah, tempat dimana pemimpin perang yang bernama Petta Punggawa pernah tinggal. Rumah ini masih dilestarikan dan dipelihara dengan serius. Pada even-even besar, disekeliling Bola Soba sering di jadikan sebagai tempat penyelenggaraan beberapa tradisi lama yang masih dengan kuat dilaksanakan. Seperti pencak, massempe, malancca, ma’pere, serewa, sirau sulo dan tari-tarian lain. Obyek ini berada di Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tatene Raittang. Untuk Masuk ke obyek ini, tidak dikenakan retribusi sama sekali alis gratis.

    Pantai Tanjung Palette 
    Pantai Tanjung Palette merupakan obyek unggulan Kabupaten Bone, yang tidak pernah sepi dari kunjungi, utamanya saat liburan tiba. Sebagai obyek yang termasyhur dengan air lautnya yang biru, Pantai Tanjung Palette juga dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, yang akan membuat pengunjung beta berlama-lama di kawasan wisata ini. Fasilitas tersebut seperti kolam permandian buat anak dan dewasa, lapangan tennis, area memancing, rumah penginapan, serta masih banyak lagi fasilitas lainnya, yang tentu saja diperuntukkan buat pengunjung. Kawasan wisata ini, masuk dalam wilayah Kecamatan Tanete Riattang Desa Pallette, dengan jarak tempuh dari Kota Bone, sekitar 33 kilometer dari arah selatan, atau sekitar 35 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Tarif ke obyek ini Rp 3000 (Dewasa) dan Rp 2000 (Anak-anak).

    Museum Lapawawoi
    Di Museum ini Anda dapat melihat berbagai benda-benda peninggalan kerajaan Bone, yang dapat Anda jadikan referensi dalam menambah wawasan dan pengetahuan Anda tentang sejarah keberadaan sebuah kerajaan yang pernah berjaya di Indonesia, khususnya di KTI. Juga ada beberapa benda-benda peninggalan dari Arung Palakka. Seperti keris, tombak, patung, pakaian kerajaan, baju-baju adat, potongan rambut Arung Palakka, dan foto-foto beserta silsilah keturunan raja-raja Bone.

    Wisata Gua Mampu
    Mengunjungi Kabupaten Bone, tidak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Gua Mampu. Gua Mampu merupakan gua terbesar dan terluas dari sekian banyaknya gua yang ada di Sulsel. Obyek ini berada di Desa Cabbeng, Kecamatan DuaboccoE, atau sekitar ± 45 km dari pusat kota Watampone. Di dalam gua terdapat sejumlah rupa bebatuan satalaktid dan stalakmid. Dan konon Gua yang menawarkan keindahan panorama ini, memiliki legenda yang cukup tragis. Di mana legenda tersebut dikenal dengan Legenda Kutukan Mampu, yaitu kutukan yang menimpa kerajaan mampu. Akibatnya kutukan itu, penduduk dan hewan yang berada di dalam wilayah kerajaan Mampu seluruhnya menjadi Batu. Perwujudan dari Legenda ini, dapat Anda saksikan lewat sejumlah perwujudan bentuk bebatuan, yang menyerupai mahluk-mahluk hidup yang terdapat di dalam gua. Memasuki obyek ini, Anda diwajibkan membayar ritribusi sebesar Rp 2000, untuk Dewasan dan Rp 1000, untuk Anak.

    Wisata Air Terjun Ulu Pere 
    Obyek wisata satu ini memiliki keindahan yang sangat eksotik, tidak kalah dengan tempat-tempat wisata lainnya yang ada di daerah Bone. Pengunjung yang bertandang ke sini, akan disuguhi panorama alamnya yang begitu memukau, lewat deretan air terjunnya yang bertingkat-tingkat, menyerupai deretan sarah yang ada di kaki bukit. Keadaan tersebut, seakan membawah kita sejenak menghayati jika anugerah yang Tuhan berikan di suatu wilayah berupa kekayaan alam, benar-benar cukup bernilai. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemberdayaan kekayaan alam, haruslah dipelihara sebaik-baiknya, tanpa harus merusaknya dengan berbagai alasan. Dan yang utama harus selalu diberdayakan dan dipelihara dengan baik. Selain keindahan panoramanya, Air terjun Ulu Pere, juga memiliki kejernihan dan segar air yang tidak tertandingi. Dan banyak masyarakat sekitarnya memanfaatkan air tersebut untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti dikonsumsi untuk minum. Di sekitar kawasan obyek, juga terhempas deretan perkebunan cengkeh dan sejumlah pepohonan jati dan kapas. Untuk menuju ke lokasi obyek, jarak tempuh yang akan Anda lalui, sekitar 107 Km dari Ibu Kota Kabupaten Bone, karena area obyek berada di Kecamatan Bontocaini dan untuk masuk, tidak dikenakan ke pengunjung.

Sumber : http://x-treme-smadas.blogspot.com/2013/05/sejarah-kabupaten-bone.html